Nasional

TV Swiss Minta GP Ansor Jelaskan Radikalisme Agama di Indonesia

Senin, 3 Oktober 2016 | 07:35 WIB

Jakarta, NU Online
Reporter TV Swiss meliput organisasi-organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia seperti Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Juga organisasi-organisasi sayap ormas tersebut, di antaranya Gerakan Pemuda Ansor yang merupakan badan otonom kepemudaan NU.

TV Swiss yang menerjunkan dua reporter dan dua fotografer tersebut mewawancarai Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat GP Ansor Adung Abdul Rachman dengan pengantar bahasa Inggris dan diterjemahkan seorang penerjemah, di ruangan kerjanya, kantor GP Ansor, Jakarta pada Jumat (30/9).

Sebelum wawancara, berlangsung diskusi singkat dengan Adung. Reporter melontarkan pertanyaan apa itu Gerakan Pemuda Ansor, bagaimana cara membentengi negara dari paham-paham Islam radikalisme yang begitu gencar diberitakan beberapa tahun ini.

Menurut Adung, Gerakan Pemuda Ansor menjadi organisasi kemasyarakatan pemuda di Indonesia yang memiliki watak kepemudaan, kerakyatan, keislaman dan kebangsaan, serta menyebarkan pemikiran Islam rahmatan lil allamin, Islam Nusantara dan Islam Ahlussunah wal-Jama’ah.

Adung manambahkan, GP Ansor memiliki koordinasi dengan 32 Pimpinan Wilayah hingga ke tingkat desa. Juga memiliki keanggotaan khusus bernama Barisan Ansor Serbaguna (Banser) yang memiliki kualitas dan kekuatan tersendiri di tengah masyarakat.

Reporter tersebut kemudian menanyakan bagaimana tanggapan GP Ansor terhadap kelompok-kelompok radikal yang beberapa kali menyuarakan syariat Islam

Adung menjawab, kehadiran mereka tentu menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia yang majemuk. Namun, GP Ansor melihat jumlah mereka masih minoritas.

“Kami sangat percaya diri bahwa Indonesia tidak terpengaruh dengan ideologi mereka. Kami membentengi diri dengan kegiatan, menjaga anggota kami, masyarakat kami dari radikalisme karena kami cinta Indonesia, apa pun agama suku, bahasa, budaya, mereka mencintai Indonesia,” jelasnya.

Ini, kata dia, agak berbeda dengan Timur Tengah. Mereka satu agama, tidak majemuk, tapi berperang satu sama lain. Oleh karena itu, kami tidak menginginkan paham berperang ala Timur Tengah masuk ke dalam Indonesia.

Reporter itu kembali bertanya, dari Timur Tengah pengaruh paham radikalisme mulai populer dan mulai kencang terdengar lima belas tahun terakhir ini. Mereka tidak pernah ada di Indonesia?

Menurut Adung, gerakan Wahabi yang berasal dari Timur Tengah itu gencar mengekspor gagasan dan paham mereka di Indonesia bahkan ke Eropa. Mereka berusaha menguasai imam-imam masjid di benua itu. Mereka juga ingin menguasai Indonesia yang mayoritas muslim.

Dengan dukungan dana yang kuat, lanjutnya, serta sarjana-sarjana muda yang dikader di Timur Tengah, mereka memanfaatkan alam demokrasi Indonesia yang membebaskan setiap orang menyampaikan gagasan dan pemikiran.

“Itu yang membuat mengapa mereka terdengar lantang. Apalagi muncul media sosial seperti facebook, twitter dan saluran media TV yang notabene dikuasai secara langsung oleh mereka. Maka ini yang menjadi tantangan bagi kader-kader gerakan Pemuda Ansor maupun kader NU untuk mengimbagi serta memberantas paham-paham yang menebar kebencian, kekerasaan serta radikalisme di negara republik indonesia ini,” jelasnya. (Noval Albram/Abdullah Alawi)