Kami pun tak bisa berkutik. Ajaran Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad memang menyuruh umatnya memuliakan tamu, entah bagaimana caranya, tergantung kemampuan masing-masing.
Ahmad Naufa
Kontributor
Setelah sampai di teras rumahnya dan mengucapkan salam, kami disilakan masuk. Kami duduk di sofa sambil melihat suasana rumahnya yang sederhana dan bersahaja. Ada handsanitizer dan air mineral di atas meja. Di pojok ruangan, bendera merah-putih dan NU berdiri dengan tegak. Sedangkan di dinding terdapat beberapa gambar ulama dan karikatur sang tuan rumah: KH. Agus Sunyoto, sejarawan yang juga Ketua Lesbumi PBNU.
***
28 September 2020, pukul 10.00 WIB kami tim NU Online berangkat dari Semarang menuju Malang. Tujuan utamanya adalah untuk menghadiri Hilang Tahun ke-11 Pondok Peaantren Luhur Baitul Hikmah, yang didirikan oleh intelektual muda NU: Gus Dhofir Zuhry di Kepanjen. Selain itu, kami juga ingin sekaligus wawancara Pak Agus Sunyoto, penulis buku Atlas Walisongo, tentang pelbagai tema sejarah.
Setelah ngebut di tol, dan sesekali mampir di rest area, pukul 17.00 WIB kami sampai di Kepanjen. Usai rehat dan mandi, malam harinya kami mengikuti acara, kemudian istirahat. Esoknya kami berdiskusi hangat dengan Gus Dhofir, kemudian pamit untuk melanjutkan perjalanan.
Ulin Nuha, koordinator NU Backpacker Malang, dengan dua temannya, sudah menunggu kami di sekitar kediaman Pak Agus. Kami bertemu di sebuah kafe, kemudian saling sapa, bercanda dan tentunya makan. Sebelum kami membayar, ia sudah menyelesaikan dulu urusan itu.
"Njengengan adalah tamu," katanya, sambil senyum.
Kami pun tak bisa berkutik. Ajaran Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad memang menyuruh umatnya memuliakan tamu, entah bagaimana caranya, tergantung kemampuan masing-masing.
Sebelum menyudahi makan siang itu, saya meminta sobat-sobat NU Backpacker Jatim untuk mengagendakan ziarah dan nguri-uri tradisi kita.
"Di sini ada makam KH. Masjkur, lho. Dulu beliau komandan Laskar Sabilillah," kataku.
Kemudian kami menuju Pesantren Global Trabiyatul Arifin, tempat di mana Kiai Agus Sunyoto tinggal. Berbekal bantuan google map, kami sampai di sebuah bangunan yang memasang banyak tokoh ulama dan pejuang NU. "Tak salah lagi, ini pasti tempatnya," kataku. Kami pun masuk melewati pintu gerbang.
Setelah sampai di teras rumahnya dan mengucapkan salam, kami disilakan masuk. Kami duduk di sofa, sambil melihat suasana rumahnya yang sederhana dan bersahaja. Ada handsanitizer dan air mineral di atas mejanya. Di pojok ruangan, bendera merah-putih dan NU berdiri dengan tegak. Sedangkan di dinding ada beberapa gambar ulama dan karikatur sang tuan rumah: KH. Agus Sunyoto, sejarawan yang Ketua Lesbumi PBNU.
Beberapa bentar kemudian beliau keluar, memakai kopiah hitam, baju batik NU dengan bawahan sarung. Kumis dan jenggotnya dibiarkan terurai lebat. Kami pun bersalaman, mencium tangannya, setelah sebelumnya memakai handsanitizer yang tersedia.
"Kita dari NU Online, Kiai, ingin wawancara tentang sejarah," kataku, sebagai juru bicara. "Tapi mohon izin untuk shalat dulu, sambil nanti teman-teman mengeset kamera."
"Oh iya, silakan, silakan. Itu wudhunya di gedung bawah. Shalatnya di mushalla atas sana," jawabnya, sembari berjalan keluar dan menunjuk-nunjuk gedung berlantai dua.
Sekitar pukul 15:30. WIB, ruang tamu pun sudah siap. Saya yang memakai jaket, sepertinya kurang matching di video. Akhirnya dengan meminjam baju NU Backpacker milik si Ulin, mulailah kami wawancara sejarah dengan beberapa topik yang berbeda.
***
Selama wawancara, saya terus terang agak grogi. Selain karena ini wawancara yang pertama di depan kamera dan dengan tokoh nasional, saya juga minim persiapan. Meski demikian, poin-point penting berhasil kami tanyakan dan beliau memberikan panjang lebar jawaban.
Selama wawancara, beliau enjoy dan sangat bersemangat dalam bercerita. Sesekali tawa kita pecah ketika mendapati hal yang lucu dari sejarah. Kiai Agus memang sangat mencintai sejarah, yang manuskripnya banyak beliau buru di berbagai daerah di Nusantara, sampai ke perpustakaan Leiden di Belanda.
Di antara yang besar pengaruhnya dari tulisan beliau, menurut saya, Adalah tentang sejarah Resolusi Jihad NU dan Walisongo. Jika Resolusi Jihad NU dulu tak begitu dianggap dan tak banyak orang yang tahu, maka Kiai Agus mengungkap itu dan di hari kemudian, tanggal 22 Oktober ditetapkan menjadi Hari Santri Nasional. Di sinilah, setidaknya beliau bisa menambah kepercayaan diri santri.
Jika dulu banyak orang yang meragukan keberadaan Walisongo, maka Kiai Agus menyekak mereka dengan menyusun buku fonomenal: Atlas Walisongo. Dengan buku ini, generasi muda Islam kelak akan tahu, bahwa Walisongo itu bukan mitos, tetapi benar-benar fakta sejarah.
Ada beberapa tema yang saya tanyakan dan beliau jelaskan di sore itu. Antara lain tentang Sejarah Masuknya Islam di Nusantara, Ajaran Manunggaling Kawula Gusti Syekh Siti Jenar, Hubungan Nusantara dengan Turki Utsmani, Pemberontakan PKI dan Peran Santri dalam Kemerdekaan RI. Wawancara kami dengan beliau bisa Anda simak videonya di link berikut: s.id/agussunyoto.
Tak kami sangka, ternyata itu adalah pertemuan terakhir secara fisik dengan KH. Agus Sunyoto. Setelah itu, saya sempat kontak melalui aplikasi pesan dingkat: ingin wawancara kembali ketika beliau mengisi Harlah NU ke-98 PWNU Jawa Tengah, 21 Februari 2021. Sayangnya, di acara itu beliau menjadi pembicara tidak offline, melainkan online.
Selamat jalan, Kiai. Terima kasih atas dedikasimu, pengabdianmu dan karya-karyamu yang semoga menjadi amal jariyah. Semoga Allah SWT menempatkanmu di tempat yang mulia, mengampuni dosamu dan membalas segala kebaikanmu dengan sebaik-baik balasan. Untuk almarhum KH Agus Sunyoto, Al-Faatihah.
Ahmad Naufa Khoirul Faizun, jurnalis NU Online.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
250 Santri Ikuti OSN Zona Jateng-DIY di Temanggung Jelang 100 Tahun Pesantren Al-Falah Ploso
Terkini
Lihat Semua