Opini

Bersiap Menghadapi Bulan-bulan Penuh Hoaks

Ahad, 9 Desember 2018 | 15:55 WIB

Oleh Ahmad Rozali

Sepertinya hingga pemilu tiba pada April 2019 kita akan terus disuguhi konten media yang semakin agresif dengan jumlah yang banyak, yang sayangnya akan terus mengandung informasi yang tak semuanya benar. Sepanjang itu pula kita dituntut untuk terus berpikir kritis dengan mengutamakan akal sehat dalam menerima informasi-informasi yang disuguhkan pada kita melalui layar telepon pintar kita. 

Berdasarkan laporan berbagai sumber, dalam beberapa bulan terakhir sejak Juli hingga November ini, konten media online dan media sosial membawa informasi hoaks dalam jumlah yang masif. Laporan dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) menyebut, sebanyak rata-rata dua konten berita hoaks disebarkan setiap hari. Dalam laporannya, terdapat 64 informasi bohong sepanjang November lalu.

Informasi hoaks beraneka ragam jenisnya, mulai dari isu politik, agama, kesehatan, penculikan, isu PKI, informasi fasilitas umum, lowongan pekerjaan, kecelakaan, kematian, berkaitan dengan Cina, demo 212, Yahudi dan yang lain. Berikut beberapa contoh konten hoaks; 'Jokowi bagi pulsa gratis', 'kasus penculikan anak', 'hasil rekaman kotak hitam Lion Air JT610', 'bahaya ikan lele yang mengandung 3 ribu sel kanker', 'Kiai Ma'ruf kelak akan diganti Ahok', hingga 'tentara merah Cina yang menyusup menjadi anggota Banser'.

Dari jenis klasifikasi penyebarannya, konten hoaks disebarkan hampir melalui semua paltform seperti media online dan media sosial, mulai dari pesan singkat SMS, facebook, twitter, whatsapp, website, blog, dan channel youtube. Jenis kontennya juga beraneka ragam, mulai dari tulisan, foto, video dan gabungan dari semuanya. 

Bulan-bulan sebelumnya juga begitu, konten hoaks tak kalah banyak. Berdasarkan laporan Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia) pada bulan Juli, Agustus dan September 2018 terdapat banyak konten hoaks dengan total 230 konten, dengan rincian; pada Juli terdapat 65 postingan, Agustus 79 postingan dan September 86 postingan. 

Dua jenis konten yang paling banyak mengandung hoaks pertama agama; yakni 'konten yang memuat segala hal yang berkaitan dengan ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan dan peribadatan kepada Tuhan yang maha kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Dan kedua konten politik; yaitu konten yang memuat segala hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan negara, pembagian kekuasaan, berupa kebijakan atau cara-cara mempertahankan kekuasaan. 

Kenali konten hoaks
Lalu bagaimana cara kita mengantisipasi 'serbuan' konten hoaks? Kita perlu mengenali ciri konten hoaks. Konten hoaks biasanya memiliki ciri khas atau khusus yang sebenarnya mudah untuk dikenali. Umumnya konten hoaks bersifat sensasional dan cenderung tidak masuk akal. Misalnya 'Jokowi bagi pulsa gratis', atau 'tentara merah Cina menyamar jadi Banser'.  

Lalu, umumnya konten hoaks berusaha menyebar kebohongannya dengan menggunakan kata perintah untuk menyebarkan. Pembuatnya kadang menambahkan bumbu seperti seperti kata 'yang menyebarkan pada 10 orang akan mendapat pahala'. Atau bisa juga menyebar ketakutan dengan kalimat 'Sebarkan jika tidak ingin mendapat azab', dan seterusnya. 

Konten hoaks memiliki ciri lain yakni kerap menggunakan huruf besar atau kapital. Dalam bahasa tulisan, penggunaan huruf kapital cenderung lebih formal dan berusaha menunjukkan penekanan  pada sebuah pesan. Isi pesannya juga menggunakan kalimat yang bombastis atau clickbait yang memancing rasa penasaran. 

Ciri terakhir yang merupakan modus terbaru penyebaran hoaks adalah dengan pura-pura bertanya kebenaran sebuah konten. Misalnya, menyebarkan sebuah informasi hoaks yang lalu diakhiri dengan kalimat 'apakah benar informasi ini?'. Modus ini terbilang baru dan menjadi alibi penyebar dari tuduhan 'menyebarkan berita bohong'.

Bagaiamana cara kita bersikap? 
Ada dua tip yang bisa kita gunakan agar tak menjadi korban informasi berita hoaks, antara lain; selalu bersikap kritis pada sebuah pesan atau dengan memasang 'mode auto-curiga'. Artinya kita harus curiga pada setiap informasi yang sampai pada kita, terutama pada informasi yang bersumber pada media yang tidak kredibel. Akan lebih baik jika kita memiliki sifat 'tidak mempercayai sebuah informasi apapun sebelum kita mengonfirmasi kebenarannya'.

Tip kedua: Jangan percaya konten yang tidak ada sumbernya dan penulisnya; Jika kita mendapati informasi yang tidak ada penulisnya jangan percaya; Apabila sumber informasi atau platform yang menerbitkan informasi tersebut tidak memiliki struktur redaksi jangan langsung percaya; Jika kita mendapat konten semacam itu (yang tidak menyertakan penulis dan sumber yang jelas) di platform whatsapp grup, langsung tanyakan pada yang menyebarkan 'dari mana sumbernya'. Jika tidak ada sumbernya, segera minta agar konten tersebut dihapus.

Sebenarnya bersifat kritis pada konten hoaks di media sosial, sejalan dengan perintah Allah SWT dalam Al-Qur'an, Surat Al-Hujurat ayat 6; 'Jika datang padamu orang fasik membawa sebuah berita maka periksalah kebenarannya'. Ilmu hadist juga mengajarkan pada kita untuk teliti pada informasi yang datang dengan memeriksa kembali kualitas hadist tersebut dengan mempertanyakan siapa yang menyampaikannya, dari mana dia mendapatkannya dan bagaimana bunyi pesannya. Dengan bersifat kritis kita akan lebih siap menghadapi derasnya infromasi yang kerap berisi konten hoaks, terutama jelang pesta demokrasi Pilpres 2019. Tanpa sikap kritis kita akan dipengaruhi oleh informasi yang salah dan pada akhirnya dapat melahirkan permusuhan dan perpecahan. 

Penulis adalah redaktur NU Online