Opini

Menjadi Temus (tenaga musim) Haji, Sebuah Pengabdian?

Jumat, 6 Januari 2006 | 15:40 WIB

Oleh : Arwani Syaerozi

Dalam tradisi masyarakat kita, sering terdengar ungkapan ; “mungkin belum dipanggil “ manakala tersiar kabar bahwa si Fulan tidak jadi berangkat ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Adakalanya ketidak jadian ini disebabkan oleh faktor biaya, kesehatan dan seterusnya. Karena rukun Islam yang ke lima ini dalam pelaksanaannya membutuhkan sekaligus tiga kesiapan. Pertama siap biaya, kedua siap mental dan ketiga siap fisik.

<>

Posisi biaya bisa kita lihat dengan adanya prosedur administrasi haji yang selama ini kita kenal di Indonesia, sebagai gambaran jarak antara tanah air dan tanah suci yang cukup jauh mutlak dibutuhkan transportasi serta akomodasi, hal ini jelas membutuhkan dana yang harus ditanggung oleh setiap calon jamaah.

Kesiapan mental merupakan syarat bagi orang yang akan melaksanakan ibadah haji, sebab pemandangan lautan manusia yang berkumpul di masjid Haram, di tanah Arafah saat wukuf atau di Muzdalifah saat mabit (menginap sejenak) akan mengakibatkan dampak negatif bagi orang yang secara mental tidak siap. Bahkan dalam perspektif fiqh pun berakal sehat adalah syarat validitas ibadah haji, tanpa akal sehat haji seseorang tidak dianggap sah.

Tidak kalah pentingnya adalah kesiapan raga atau fisik. Dalam ibadah haji sangat dibutuhkan kondisi fisik yang sehat. Tawaf (berkeliling mengitari ka`bah) dan sa`i (berlari kecil di antara bukit Shafa dan Marwa) masing-masing sebanyak tujuh putaran, kemudian melempar jumrah yang memerlukan waktu untuk berjalan dan berdesak-desakan salah satu gambaran betapa vitalnya kebugaran fisik saat menunaikan ibadah haji. Dari sinilah kemudian menjadi jelas bahwa komplikasi tiga unsur di atas adalah merupakan interpretasi kata “ Istitha`ah ” dalam ayat 97 surat Ali Imran yang menetapkan kewajiban ibadah haji hanya bagi orang-orang yang mampu.

Mengenal Temus (tenaga musim) haji : Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, di antara rutinitas menjelang dan selama berlangsungnya musim haji adalah bentuknya panitia pelaksana ibadah haji (PPIH) di bawah naungan departemen agama RI, kepanitiaan yang fungsinya membina, melayani dan melindungi jamaah haji Indonesia selama berada di Arab Saudi dalam kinerjanya akan merekrut tenaga-tenaga musiman untuk turut berpartisipasi dalam mensukseskan kegiatan ibadah haji.

Perekrutan ini melibatkan personal-personal dari berbagai lintas profesi, seperti tenaga kerja di Arab Saudi dan kalangan mahasiswa di Timur Tengah dan sekitarnya. Bagi komunitas mahasiswa terpilih menjadi anggota temus (tenaga musim) adalah merupakan rizki “three in one”. Dengan temus berarti bisa menunaikan rukun Islam yang kelima, bisa menunaikannya dengan tanpa mengeluarkan biaya, dan sekaligus dengan gaji yang diterima bisa menambah biaya hidup untuk proses belajarnya.

Dengan tiga nilai plus serta dengan niat terjun melayani masyarakat, maka tidak heran jika teman-teman se-profesi (mahasiswa) akan senantiasa mendambakan untuk terpilih menjadi tenaga musiman saat musim haji tiba. Dalam tugas temus kita akan berinteraksi langsung dengan jamaah, seperti bagian kedatangan di bandara, bagian pencarian orang tersesat, bagian kesehatan dst, atau paling tidak bagi mereka yang ditugaskan di kantor - kantor kesekretariatan akan turut memberikan pelayanan walaupun tidak secara langsung.

Untuk itulah, menjadi temus adalah kesempatan kita untuk belajar mempraktekkan apa yang telah kita pelajari selama ini, belajar bersabar dalam berinteraksi sosial, belajar mengabdi kepada masyarakat, sekaligus sebagai salah satu wujud pengabdian itu sendiri.

Mekanisme perekrutan : Secara singkat mata rantai perekrutan terfokus pada tiga instansi, pertama konsulat jenderal RI Jeddah yang berperan sebagai perekrut utama serta yang menentukan kriteria dan persyaratan umum bagi calon temus. Dari Konjen diteruskan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di beberapa negara di Timur Tengah dan sekitarnya, kemudian berikutnya ditangani oleh organisasi pelajar mahasiswa Indonesia setempat, yang biasanya berperan sebagai perekrut lapangan.

Porsi anggota temus yang diberikan oleh pihak KJRI Jeddah kepada mahasiwa di beberapa negara pun berbeda-beda sesuai dengan jumlah mahasiswanya. Sebagai contoh, mahasiswa Mesir pada tahun ini mempunyai porsi temus sebanyak 100 orang dari total mahasiswa sekitar 4000 orang lebih, mahasiswa Yaman 17 orang dari sekitar 600 orang pelajar, dan Tunisia mempunyai porsi temus 3 orang dari jumlah mahasiswa 14 orang.

Sebagai upaya pengeruc