Pesantren

Berkah Tajug Al-Mukhtariyyah

Kamis, 14 Februari 2013 | 11:03 WIB

Sebelum menjadi pesantren, Al-Mukhtariyyah adalah sebuah tajug atau mushola bernama Al-Mukhtar yang pada tahun 1950-an. Pendirinya dikenal dengan nama Abah Mukhtar. 

<>

Menurut riwayat, Abah Mukhtar tercatat sebagai guru tunggal untuk pengajian harian anak-anak dan juga pengajian rutin mingguan untuk Bapak-Bapak. Sebagaimana tajug atau masjid di Jawa pada umumnya, tajug juga diunakan tidur oleh bocah-bocah dan anakmuda desa yang belum berkeluarga. 

Abah Mukhtar, yang bernama asli Jayeng, mengglembleng ilmu agamanya di Pesantren Kempek, Cirebon dan Pesantren Sempur, Purwakarta. Nama Mukthar menggantikan Jayeng ketika mesantren di Kempek.

Di Desa Caracas dan desa-desa sekitarnya, Abah Mukhtar dikenal sebagai kiai dengan budi pekerti yang lembut, bahkan pada kemungkaran yang dilihatnya secara langsung pun, ia sangat hati-hati mengubahnya. Dan karena itu, butuh waktu tidak sebentar. 

"Suaranya pelan, tidak lantang, dan rajin sekali silaturahim. Rumah-rumah di desa tak ada satu pun yang belum Almarhum kunjungi," tutur Mas`ud bin Mukhtar, 54 tahun. 

“Semua rumah di Caracas pernah terinjak sama Abah,” Mas`ud menegaskan.

Jika ada orang yang dilihatnya kemalaman di jalan, entah guru, PNS, pedagang, maka Abah Mukhtar memintanya untuk menginap di tajug.

“Abah sendiri yang menjamu para tamu yang bermalam, mengambil makanan, bantal dan tikar ke tajug. Abah juga ikut tidur di tajug, dulu kan tidak seperti sekarang, jadi tidak curiga, sekarang mah harus hati-hati,” papar Mas`ud dengan dialek sundanya yang kental.

Konon Abah Mukhtar pun memiliki ketakdziman yang tinggi pada ulama. Menurut salah seorang puterinya, Masrifah (56) sahabat dekat Abah Mukhtar waktu mesantren adalah Kiai Jauhar Maknun dari Cilamaya Karawang. 

Apabila Kiai Jauhar berkunjung ke rumah Abah Mukhtar untuk sekedar bertamu atau mengisi pengajian, Abah Mukhtar selalu sibuk mencari ikan yang paling besar dan menyuruh istrinya memasak paling enak, selain itu juga dibawakan oleh-oleh untuk dibawa pulang ke Karawang. Selain kepada Kiai jauhar, sikap ini pun dilakukan pada setiap kiai yang berkunjung ke rumahnya.

Menurut Ketua MWC NU Patokbeusi, Kiai Thala`al Badar Karim dalam sebuah kegiatan Haul Abah Mukhtar yang rutin diselenggarakan 10 hari sebelum bulan Ramadlan tiba, ketakdziman tersebut berbuah manis. Sebab di dalam Kitab Ta`lim Al-Muta`allim dijelaskan bahwa barang siapa yang menginginkan anaknya menjadi orang alim, maka seyogyanya ia menjaga, memuliakan, menghormati dan memberi segala sesuatu kepada alim ulama.

Begitu pun dengan Abah Mukhtar, menurut Kiai yang akrab dipanggil Kang Toto tersebut selain karena takdir dari Allah Swt, juga berkah dari takdzimnya Abah Mukhtar pada ulama menjadikan anak-anak dari Abah Mukhtar dan Ibu Aisyah yang berjumlah 6 orang, yaitu Jaenah, Sariah, Masripah, Rukoyah, Mas`ud dan Napsiah semuanya menjadi guru, kecuali Jaenah dan Sariah yang  tidak menjadi guru, namun suami dari keduanya adalah guru. Rukyah pun tidak menjadi guru PNS, tapi menjadi guru mengaji saja di rumahnya pada waktu itu di Pekayon Bekasi. 

Abah Mukhtar meninggal pada 10 hari sebelum bulan Ramadlan tahun 1986. Sepeninggal almarhum, pengajian anak-anak dan bapak-bapak dilanjutkan oleh menantunya, suami dari Masripah, yaitu KH Abdul Karim. Kiai Karim juga aktif sebagai guru di Pesantren Al-Karimiyyah dan Madrasah di Pungangan, Kecamatan Patokbeusi.

KH Abdul Karim meninggal pada tahun 1993. Posisi Kiai Karim kemudian keluarga Mama Awod Fauzi, suami dari Jaenah, dan dikelola oleh keluarga Kiai Karim, Mama Awod meninggal pada tahun 2005, sejak saat itu sampai sekarang pengajian tersebut dikelola oleh Hj. Masrifah.

Saat ini Pesanten Al-Mukhtariyyah memiliki total santri 157 orang terdiri dari usia TK, SD, MTs, MA dan Mahasiswa salah satu Perguruan Tinggi swasta di Subang. Selain itu, sejak tahun kemarin, pengajian rutin mingguan bapak-bapak pun yang sebelumnya vakum diaktifkan kembali setiap malam senin, adapun pesertanya tidak menentu, namun tidak pernah kurang dari belasan orang.

Sejak tahun 2009, tajug tersebut terdaftar di Kementerian Agama Subang sebagai pesantren, berlokasi di Dusun Caracas 2, RT/RW 11/05 Desa Caracas. Kecamatan Kalijati, Kabupaten Subang, Jawa barat. (Aiz Luthfi)

Terkait

Pesantren Lainnya

Lihat Semua