Budayawan Aristokrat yang Merakyat
Sejak dalam usia muda (13
tahun) Asrul telah hijrah dari sekolah HIS di pasaman Sumatera Barat, ke sekolah
SMP Budi Utomo dan Taman Siswa Jakarta, saat tu pula mulai malang melintang
dalam dunia pemikiran kebudayaan dan pemikirannya sangat di segani karena memang
berharga. Setelah tamat SMA, ia melanjutkan ke jurusan Kedokteran hewan Institut
Pertanian Bogor, mengajukan di sertai dengan judul Peran Kebudayaan
dalam Pengembangan Tehnologi Peternakan, tetapi kemudian seorang
pembimbingnya meninggal, sementara yang satu lagi pulang ke negaranya, Jerman.
Maka putuslah usaha yang sebenarnya kurang di minati itu, sebab tampaknya ia
lebih berminat menekuni bidang kesusastraan dan kebudayaan, dengan membaca
berbagai karya di bidang tersebut di Museum Nasional, perpustakaan pribadi
beberapa tokoh dan sebagainya.
Di sekolah Taman Siswa itulah
Asrul duduk sekelas dengan Pramoedya, Pram mengakui kecerdasan anak ini,
sebagaimana di lukiskan dalam buku "Nyanyi Sunyi Serang Bisu" .
Ketika Asrul Sani berbicara tentang Heinrich Heine, aku harus membuka kuping dan
mulut ternganga-nganga, begitu pula ketika berbicara tentang bahasa dan
stilistika sangat fasih dan berlagak aristokrat. Dia membaca dan memiliki
pengetahuan yang aku tidak punya.
Sabtu, 17 Juni 2006 | 10:43 WIB