Penulis : Djayadi, M.T.
Penerbit : Mizania, Bandung
Cetakan : I, September 2007
Tebal : 326 Halaman
Peresensi : Ach Syaiful A’la*
Dalam diri manusia, secara umum, setidaknya terdapat tiga potensi. Ketiga potensi tersebut, mempunyai kecendrungan yang berbeda-beda dan berusaha saling mempengaruhi jiwa manusia.<>
Pertama, potensi amarah (qawwat al-ghadhabiyah). Potensi ini cenderung untuk mengikuti sifat-sifat amarah dan emosional yang berlebihan. Jika potensi ini yang mengendalikan diri manusia, bisa dipastikan seseorang akan menjadi labil, pemarah, dan tidak bisa berkompromi.
Kedua, potensi kekuatan syahwat (quwwat as-syahwaniyah). Kekuatan ini cendrung memperturutkan hawa nafsu yang mengarah ke pemenuhan kebutuhan biologis secara berlebih-lebihan. Jika potensi yang dominan dan berkauasa, manusia akan terjerumus dalam kenikmatan (duniawi) sesaat.
Ketiga, potensi berpikir (quwwat an-natiqah). Jika potensi yang mengendalikan manusia, sebenarnya positif saja selama ini tidak berlebih-lebihan dalam mengembangkan potensi tersebut, baik dalam rangka memahami doktrin agama, maupun implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Substansi ibadah puasa dalam konteks ini adalah mengembalikan ketiga potensi tersebut agar bisa terarah dengan benar. Jadi, dalam hal ini, tuntunan puasa adalah membina, membimbing serta mengarahkan ketiga potensi agar bisa tersalurkan dengan baik dan benar.
Puasa yang dilaksanakan umat muslim di seluruh penjuru dunua di bulan Ramadhan atau puasa sunnah lainnya, seperti puasa Senin-Kamis, puasa daud, puasa kelahiran dan lain-lain, akan mempunyai kelebihan dan bisa mengarahkan ketiga potensi diatas. Di samping fungsi puasa juga bisa meningkatkan daya tahan tubuh. Bermanfaat bagi kesehatan. Dengan berpuasa, maka akan mengurangi produksi senyawa oksigen yang bersifat racun yang sedang bersarang dalam tubuh manusia. Misalnya anion superoksida dan hydrogen peroksida.
Perintah puasa wajib yang diperintahkan oleh Allah SWT pada bulan Ramadhan dan perintah puasa sunnah sebagaimana anjuran Nabi kepada umatnya banyak memberikan manfaat bagi manusia baik secara kesehatan jasmani (fisik) maupun kesehatan ruhani.
Buku Puasa sebagai Terapi; Agar Puasa Tidak Sekedar Lapar dan Dahaga, setebal 326 halaman ini menjawab, memberikan pencerahan, argumentasi serta pengalaman kepada pembaca, bahwa “puasa” yang dilaksanakan umat Islam adalah bisa menjadi obat. Tidak hanya sebuah aktivitas (ritual) yang bersifat transendental. Penghambaan diri kepada Allah SWT, Tapi, juga memberikan manfaat terhadap manusia, terasa di dunia. Sebagaimana pesan Rasulullah SAW, “Berpuasalah kamu sekalian, maka kalian akan sehat!”.
Terkadang puasa kalau dihubungkan dengan masalah kesehatan menurut anggapan banyak orang terkadang akan menurunkan gairah aktivitas kerja. Padahal puasa secara pisiologis tidak mengganggu kesehatan. Sedangkan mengenai masalah lapar dan haus, itu lebih merupakan conditioned reflex yang bisa diatur dengan buka dan sahur.
Kebutuhan energi, untuk bekerja misalnya, bisa dipenuhi dengan cadangan energi yang terdapat diotot, hati, dan lemak yang terdapat dibawah lapisan kulit dan lain-lain.
Banyak pertanyaan yang dilontarkan masyarakat “awam”, khsusunya mengenai puasa ketika dihubungkan dengan kesehatan. Biasaanya pertanyaan itu muncul dibenak seseorang jika mereka sedang mengalami sakit. Masih wajibkah melaksanakan ibadah puasa? Atau, dengan berpuasa tidak akan menambah parah penyakitnya? Apakah puasa dalam Islam tidak bertentangan dengan dunia kedokteran di era modern?
Menyimak pertanyataan di atas, Djayadi, dalam Buku ini memberikan pemaparan yang sangat lukas katerkaitan erat antara puasa dengan kesehatan. Puasa yang dilaksanakan umat Islam adalah merupakan kesempatan memobilisasi timbulnya lemak dibawah kulit, juga mengistirahatkan “mesin-mesin” pencernaan dalam tubuh untuk beberapa jam ketika melaksanakan ibadah puasa.
Dr. Otto Buchringer, dalam penelitiannya menyebutkan bahwa puasa bisa merejamakan sel-sel tubuh yang menua. Data tersebut didukung dengan penelitian Allan Cott M. D., banyak memaparkan secara lugas manfaat puasa yang ada kaitannya dengan kecantikan dan awet muda dalam bukunya “Why Past.”
Orang muslim yang melaksanakan ibadah puasa, akan berhadapan dengan berbagai cobaan, tantangan, dan ujian. Serta suatu hal mulanya sah-sah saja untuk dikerjakan, bahkan diharamkan bagi orang yang sedang berpauasa. Contohnya makan, minum, merokok, bersetubuh dll tanpa udzur syar’i yang diperbolehkan.
Kalau puasa hanya sekedar menahan hal-hal kebutuhan biologis seperti diatas, saya kira belum menyentuh substansi dari puasa itu sendiri. Sebab puasa selain sebagai menahan diri dari pelbagai kebutuhan biologis, substansi puasa adalah “pengendalian”.
Menariknya buku ini juga menyajikan beberapa pertanyaan seputar puasa yang dijawab oleh seorang pakar ahli kedokteran dan ulama, “puasa dalam perspektif medis”.
Artinya, bahwa puasa pada hakikatnya tidak bertentangan dengan kesehatan, justru saling mendukung. Oleh sebab itu, buku ini perlu dibaca oleh khalayak umum yang hendak atau sedang melakukan ibadah (ritual) puasa, baik puasa wajib (Ramadhan) atau puasa sunnah, agar berpuasa tidak hanya sekedar lapar dan haus. Seperti sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Umar ibn Khattab, “Betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak memperoleh apa-apa dari puasanya itu, kecuali hanya lapar dan dahaga.” Semoga puasa kita kali makbul!. Amein.
*Peresensi adalah Direktur Komunitas Baca Surabaya (KOMBAS).
Terpopuler
1
Daftar Barang dan Jasa yang Kena dan Tidak Kena PPN 12%
2
Kronologi Santri di Bantaeng Meninggal dengan Leher Tergantung, Polisi Temukan Tanda-Tanda Kekerasan
3
Bisakah Tetap Mencoblos di Pilkada 2024 meski Tak Dapat Undangan?
4
Bahtsul Masail Kubra Internasional, Eratkan PCINU dengan Darul Ifta’ Mesir untuk Ijtihad Bersama
5
Ma'had Aly Ilmu Falak Siap Kerja Sama Majelis Agama Islam dan Adat Istiadat Melayu Kelantan
6
Pencak Silat Pagar Nusa Jadi Mata Kuliah Ko-Kurikuler di Universitas Islam Makassar
Terkini
Lihat Semua