Risalah Redaksi

Kedaulatan Rakyat dan Negara

Rabu, 16 Juni 2004 | 00:09 WIB

Berbagai perhelatan politik baik pemilu legislatif terutama selama masa kampanye pemilihan  presiden belakangan ini dikelilingi berbagai persoalan bangsa yang sangat besar, baik sosial, ekonomi apalagi politik. Persoalan tersebut tidak salah lagi menjadi tema kampanye berbagai kandidat presiden yang ada, tetapi sering kali terjadi mengambil isu besar secara parsial, kemudian tidak konsisten dengan satu isu, karena berusaha menjangkau isu lain yang remeh-temeh, akhirnya agenda menjadi tidak jelas. Misalnya masalah kemandirian ekonomi selalu diangkat, tetapi tidak pernah berusaha memboangkar jaringan imperialisme di dalamnya, seolah kemandirian ekonomi dan kebebasan politik  bisa dibangun tanpa mengusik sistem yang menghisap itu.

Dengan adanya pemilihan langsung oleh rakyat baik parlemen maupun presiden, secara sepintas ini menunjukkan adanya kedaulatan rakyat. Tetapi perlu terus dikembangkan agar rakyat tidak hanya berdaulat dalam memilih pimpinan dan wakil di parlemen, tetapi agar berdaulat dalam menentukan nasib negeri ini yang menyangkut nasibnya sendiri, dengan cara pimpinan yang dipilih rakyat mempertanggungjawabkan amanahnya kepada rakyat.

<>

Tetapi apa yang sering terjadi rakyat hanya berdaulat dalam memilih, tetapi para pemimpin yang dipilih tidak memiliki kedaulatan, sebab kedaulatan mereka disandera oleh kekuatan modal, terutama imperialisme asing. Ini artinya kedaulatan rakyat tidak bisa menumbuhkan kedaulatan negara, sebab akhirnya negara tidak berdaya mensejahterakan dan melindungi rakyat sendiri dari penindasan dan hisapan bangsa asing, yang menggunakan aparat negara yang dibentuk rakyat.

Saat ini gampang dilihat, bagaimana aset penting negara telah diambil oleh imperialisme asing atau tentara sekutu yang dibonceng oleh Bank Dunia maupun IMF, yang setiap hutang yang diberikan perlu digadaikan dulu dengan berbagai undang-undang yang memungkinkan mereka menjarah lebih banyak aset negeri ini. Bisa dilihat begitu banyak perusahaan asing mengeruk kekayaan Indonesia, tanpa memberikan hasil yang adil pada bangsa ini, perjanjian penuh kecurangan, tidak bisa dikontrol produknya, dan merekapun suka mengemplang pajak.

Persoalan kedaulataan rakyat dan kedaulatan negara harus ditegakkan kembali, ini agenda yang perlu dicanangkan oleh para pemimpin republik ini. Kalau tidak rakyat tidak punya hak hidup, bayangkan Pertamina yang selama ini merupakan penghasil dana negara terbesar sudah mau dijarah kolonialisme asing dengan cara privatisasi. Saat ini belasan pasar tradisional dibongkar dijadikan super market, karena pemerintah hanya mewakili kepentingan penjajah asing, ketimbang membela bangsa dan rakyat sendiri yang akan segera kehilangan lapangan kerja, malah memberikan pekerjaan pada kapitalis asing. Bisa diperkirakan akibatnya akan melahirkan kelompok miskin dan pengangguran yang besar.

Martabat bangsa ini mesti ditegakkan kembali, baik di tingkat rakyat maupun negara bersama tegaknya bendera merah putih. Kita butuh kepemimpinan yang mengerti terhadap penderitaan rakyat, mengerti tentang kedaulatan negara  dan sekaligus sadar terhadap martabat bangsa. Ini persoalan sentral yang dihadapi bangsa ini. Kalau ini belum menjadi agenda maka semua janji yang diucapkan akan sia-sia, sebab bagaimana mungkin orang yang tidak punya kedaulatan mampu memenuhi janji dan agenda yang dicanangkan.

Persoalan ini yang semestinya diangkat oleh para kandidat presiden sebagai agenda besar yang disosialisasi dalam kampanye mereka. Melakukan nasionalisasi seperti pada awal kemerdekaan, bukan swastanisasi seperti masa penjajahan. Tentu langkah ini akan dikecam oleh para intelektual yang selama ini telah berperan sebagai aparat kolonial, dengan tuduhan ekslusif, chauvinistic,  tetapi untuk memulihkan kedaulatan rakyat dan negara langkah ini tidak bisa dihindarkan. Pemimpin yang memiliki tanggung jawab dan integritas mesti berani mengambil sikap ini. (MDZ)