Salah satu pesan penting yang disampaikan dalam buku putih “Benturan NU-PKI 1948-1965” adalah pentingnya memahami sejarah secara utuh, tidak sepotong-potong. Lebih dari itu Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengajak semua pihak untuk tidak menilai sejarah secara anakronik, yaitu melihat peristiwa masa lalu dengan cara pandang dan sikap masa kini. Sejarah harus didudukkan pada spirit dan konteks zamannya.<>
Buku putih “Benturan NU-PKI 1948-1965” yang diluncurkan pada 9 Desember 2013 lalu berkepentingan mengungkapkan sejarah secara utuh: Bahwa NU dan segenap umat Islam, serta pihak TNI tidak serta-merta menyerang PKI.
Kejadian dimulai dari provokasi, gerakan dan pemberontakan (bughot) yang dilakukan oleh pihak PKI sendiri yang diikuti dengan serangkaian teror, ancaman dan penyerangan sehingga semua pihak melakukan perlawanan. PKI menjadi musuh bersama karena sikapnya yang agresif yang menganggap semua yang berbeda sebagai lawan, dan lawan yang diciptakan sendiri itulah yang bangkit melawan PKI. Sementara tindakan NU dilakukan dalam rangka menyelamatkan akidah dan melindungi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang telah diproklamasikan pada 1945.
Buku putih itu menunjukkan bahwa tidak genosida terhadap PKI oleh kelompok tertentu, sebagaimana dituduhkan oleh para pengamat barat. Yang terjadi adalah konflik horizontal terutama ketika terjadi kekacauan dan vakum kekuasaan. Juga tidak ada pelaku tunggal atau korban tunggal. Semua kelompok menjadi pelaku dan sekaligus korban. Dalam buku itu tim PBNU juga melampirkan data korban dari kalangan NU yang disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia, baik dalam peristiwa 1948 dan 1965 yang hampir tidak pernah dicantumkan oleh para peneliti barat.
Catatan, penting lainnya adalah soal dramatisasi jumlah korban dalam beberapa catatan sejarah yang ada, terutama yang terbit setelah era reformasi: Dari sekitar belasan atau puluhan ribu menjadi ratusan ribu, bahkan peneliti barat mengasumsikan jumlah korban menyentuh angka hingga satu juta orang. Beberapa tulisan yang diterbitkan dan dijual bebas memang sengaja memilih asumsi angka korban yang paling besar agar memunculkan efek spektakuler. Hingga saat ini jumlah dibiarkan simpang siur dan masyarakat barat heboh dengan ulah para peneliti mereka sendiri.
Terkait jumlah korban itu, tim buku putih telah melakukan penelusuran dan mengungkapkan adanya proses dramatisasi jumlah korban itu. Bahkan di beberapa daerah yang menjadi basis PKI, asumsi jumlah korban yang dimunculkan itu lebih banyak dari jumlah penduduk yang terdata waktu itu.
Buku putih itu juga menunjukkan bahwa proses rekonsiliasi (islah) telah terjadi secara alami. Kesamaan tradisi dan kepentingan yang sama dalam menjalankan hidup bermasyarakat dan bernegara menjadi pintu utama dalam proses rekonsiliasi ini. Di beberapa basis PKI, buku ini juga mengungkapkan banyak fakta mengenai kebesaran hati para kiai NU dengan merawat, membesarkan dan mendidik anak-anak korban serangkaian konflik horisontal yang telah terjadi bahkan sebagian di antara mereka telah menjadi pegawai negeri sipil dan berperan di banyak bidang.
Berbagai bentuk propaganda dan provokasi baik dalam bentuk rehabilitasi, pemulihan hak, bahkan serangan balik hingga memaksa pihak-pihak tertentu mengaku bersalah dan meminta maaf atas kejadian masa lalu dikhawatirkan dapat mengganggu proses terjadinya rekonsiliasi alami itu, bahkan akan terus mengadudomba bangsa ini.
NU mempunyai pedoman bahwa dalam menyikapi berbagai informasi, apalagi menyangkut peristiwa yang terjadi beberapa tahun silam, perlu dilakukan proses klarifikasi (tabayyun). Secara internal, buku ini merupakan jawaban dari berbagai pertanyaan yang diajukan oleh warga NU. Warga NU, terutama generasi NU yang lahir belakangan harus mengetahui sejarah secara utuh dan tidak mudah resah serta bimbang dengan berbagai provokasi baru yang dilancarkan oleh sejumlah pihak. Generasi NU harus konsisten dengan prinsip dan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah dan bernegara secara benar sesuai dengan falsafah dan ideologi bangsa sendiri yaitu Pancasila. (A. Khoirul Anam)
Terpopuler
1
Ketum PBNU: NU Berdiri untuk Bangun Peradaban melalui Pendidikan dan Keluarga
2
Harlah Ke-102, PBNU Luncurkan Logo Kongres Pendidikan NU, Unduh di Sini
3
Badan Gizi Butuh Tambahan 100 Triliun untuk 82,9 Juta Penerima MBG
4
Ansor University Jatim Gelar Bimbingan Beasiswa LPDP S2 dan S3, Ini Link Pendaftarannya
5
LP Ma'arif NU Gelar Workshop Jelang Kongres Pendidikan NU 2025
6
Banjir Bandang Melanda Cirebon, Rendam Ratusan Rumah dan Menghanyutkan Mobil
Terkini
Lihat Semua