Dari berbagai proses politik yang berjalan sebenarnya menunjukkan bagimana proses social yang berkembang di lingkungan kita, yakni telah meningkatnya kualitas pemilih kita. Selama ini rakyat dikategorikan sebagai tidak memiliki rasionalitas, mereka hanya membebek pada patronnya. Ini hanya pandangan kaum elite yang karena elitismenya tidak pernah mau mendengan aspirasi dan cara berpikir rakyat, apalagi terhadap kelompok yang dianggap pedesaan dan tradisional. Padahal proses pendidikan telah menjangkau ke seluruh pelosok sehingga telah mendewasakan mereka, maka katagori kota dan desa tidak bisa dipertahankan, mengingat sarana komunikasi dan transportasi begitu pesat berkembang sehingga bisa mengatasi jarak tersebut.
Dalam proses pemilu yang lalu baik legislatif maupun eksekutif (presiden), rakyat telah menunjukkan pilihannya sesuai dengan rasionalitasnya sendiri. Kenyataan ini membuat banyak keheranan bagi mereka yang hanya mau mendengar suaranya sendiri, merasa paling cakap, merasa paling berjasa dan merasa paling bersih dan yang lebih penting lagi merasa paling religius, sehingga dengan gigih menggunakan sentimen agama untuk memperoleh dukungan. Ternyata semuanya itu gagal dilakukan, sebab rakyat tahu siapa sebenarnya yang lebih layak dipilih, bukan hanya melihat penampilan sesaat, tetapi melihat pengalaman kesejarahan sang calon, sehingga track record-nya bisa dilihat secara utuh sehingga tidak mudah terkecoh oleh manipulasi prestasi selama masa kampanye.
<>Kalau ternyata banyak calon yang berguguran, sehingga tingga dua pasangan yang maju ke putaran berikutnya, maka rakyat sama sekali tidak bisa dipersalahkan, apalagi dibodoh-bodohkan, pilihan yang mereka lakukan adalah pilihan paling rasional, menurut rasionalitas mereka sendiri. Pada dasarnya nmereka tahu mana keaslian dan mana buaian atau pengelabuan. Bagaimana mereka bisa memilih pemimpin yang tidak pernah berprestasi, tidak pernah melindungi, tidak pernah mengayomi, sebaliknya hanya mengeluarkan ultimatum atau ancaman, yang membuat konstituennya sendiri ngeri. Kalaupun tokoh semacam itu mencoba untuk mengusung toleransi, transparansi dan demokrasi tidak lebih sebagai bumbu atau pemanis bibir dalam kampanye, sebab naluri sebagai seorang tiran yang korup bisa muncul bila berkuasa.
Dengan pengalaman semacam itu pilihan rakyat tercermin dalam proses pemilihan yang berjalan selama ini. Pemimpin seperti apa yang mereka idamkan, dan pemimpin seperti apa yang tidak mereka inginkan telah sangat kelihatan. Dan semuanya itu merupakan prosses dan sekaligus pengalaman yang berharga bagi bangsa ini terutama para calon pemimpinnya. Semuanya mesti dilewati melalui proses, dan dedikasi yang tinggi, tidak ada pemimpin karbitan seperti dulu, sebab pengujian di tingkat masyarakat cukup berat, hanya mereka yang mampu berkompetisi yang bisa memenangkan kompetisi ini.
Kompetisi ini tidak hanya secara teknis menejerial, tetapi lebih penting lagi secara komprehensif. Sebab bangsa ini sedang mencari format kehidupan baru baik dalam bidang social, politik maupun kenegaraan, hanya pemimpin yang memiliki integritas moral yang bisa mengemban amanat ini. Karena tokoh semacam itu yang diharapkan mampu membuat terobosan dan langkah drastis menuju perubahan. (MDZ)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Jagalah Shalat, Maka Allah Akan Menjagamu
2
Ini Amalan Jumat Terakhir Bulan Rajab, Bisa Jaga Keberkahan Rezeki Sepanjang Tahun
3
Khutbah Jumat: Mengenal Baitul Ma’mur dan Hikmah Terbesar Isra’ dan Mi’raj
4
Paduan Suara Yayasan Pendidikan Almaarif Singosari Malang Meriahkan Kongres Pendidikan NU 2025
5
7 Penerima Penghargaan Pesantren dalam Malam Anugerah Pendidikan NU
6
Kongres Pendidikan NU 2025 Akan Dihadiri 5 Menteri, Ada Anugerah Pendidikan NU
Terkini
Lihat Semua