Risalah Redaksi

Meneguhkan Kembali Khittah NU

Sabtu, 14 Januari 2017 | 12:17 WIB

Dalam muktamar ke-27 yang berlangsung di Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo tahun 1984, NU menyatakan diri kembali ke khittah. Apa makna khittah tersebut? yaitu kembali menjadi organisasi keagamaan, karena dalam kurun waktu 1952-1984 NU berposisi sebagai partai politik. Pada periode tersebut, NU melakukan eksprimen untuk memperjuangkan rakyat dengan cara-cara politik praktis, tetapi ternyata hasil yang dicapai tidak sesuai dengan yang diharapkan. 

Dengan kembali memposisikan diri sebagai organisasi keislaman sebagaimana ketika dilahirkan pada 1926 sebagai jamiyyah diniyah ijtimaiyah, maka bidang garapannya menjadi semakin luas dan beragam. Bidang keagamaan, sosial, budaya, ekonomi, dan sebagainya secara langsung dalam masyarakat. Sementara itu, bidang politik praktis yang sebelumnya menjadi alat utama, berubah menjadi politik kebangsaan atau politik tingkat tinggi, yang tujuannya bukan untuk merebut kekuasaan, tetapi untuk mempertahankan eksistensi Indonesia, untuk menjaga kebinekaan, dan mengejar cita-cita Indonesia sebagai bangsa yang maju dan beradab. 
 
Dalam berbagai kesempatan, khittah NU selalu dibicarakan, terutama saat menjelang kontestasi politik. Terkadang bukan untuk mengingatkan kembali tujuan khittah yang sebenarnya, tetapi untuk menjegal lawan politik dengan menggunakan senjata khittah ketika salah satu calon dianggap sebagai pengurus NU dan menggunakan posisinya untuk keuntungan politik kekuasaan. Ini juga menjadi tugas bersama untuk mendefinisikan khittah secara tegas terkait dengan politik praktis, biar tidak mulur-mrungket atau jadi pasal karet yang bisa digunakan untuk kepentingan masing-masing. 

Apa yang sudah dilakukan oleh NU sebagai organisasi keagamaan, inilah yang sesungguhnya perlu diteguhkan kembali dalam peringatan 33 tahun khittah, bahwa kerja-kerja NU adalah kerja membangun masyarakat yang beradab dan sejahtera. Khittah, harus dijadikan landasan dalam bersikap dan bertindak. Di tengah liberalisasi informasi saat ini, khittah menemukan konteksnya untuk menjaga diri dengan menerima dan mengelola informasi secara kritis. Untuk tetap fokus pada tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sejak semula karena demikian besar godaan mengurusi hal-hal remeh-temeh, sesaat, tapi terlihat bombastis.
 
Dalam perjalanannya selama tiga dekade lebih, situasi dan kondisi sudah banyak berubah, rezim politik sudah berubah dengan pemerintahan yang lebih menghargai keterbukaan, masyarakat lebih terdidik dan lebih sejahtera. Teknologi yang perkembangannya sangat cepat juga telah merubah cara hidup masyarakat. Upaya peneguhan kembali dan penanaman nilai-nilai khittah tersebut harus dilakukan dalam konteks kekinian, pada generasi NU kekinian, yang mentalitas dan tradisinya sudah berbeda jauh dengan orang tuanya dahulu. Anak kita bulan milik kita, dia adalah milik zamannya, demikian kata-kata bijak yang bisa menjadi pelajaran. Upaya sosialisasi khittah tersebut harus dilakukan secara massif dan menyeluruh, dengan melakukan pengkaderan dan pembekalan kepada para pengurus serta melalui forum kultural warga NU. Forum-forum pengkaderan harus terus digalakkan. Dalam banyak hal, seharusnya upaya disseminasi dan sosialisasi khittah seharusnya lebih mudah seiring dengan kemajuan teknologi. Tantangan sesungguhnya adalah perubahan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat seperti individualisme, pragmatisme, dan hedonisme.

Tentunya, yang terpenting adalah bagaimana nilai-nilai inti khittah untuk melayani umat tersebut dapat terimplementasikan dengan baik. Dalam setiap muktamar NU, selalu dijabarkan program-program prioritas. Hasil Muktamar ke-33 NU 2015 di Jombang mengamanatkan sektor pendidikan, kesehatan, dan ekonomi sebagai program prioritas. Inilah yang harus dilaksanakan dalam program-program yang konkret. Pengembangan perguruan tinggi NU dan perbaikan kualitas sekolah-sekolah dasar dan menengah di lingkungan NU merupakan upaya riil yang harus terus dilakukan. Dalam bidang kesehatan, pendirian rumah sakit dan layanan kesehatan lain serta advokasi kebijakan-kebijakan yang mendorong tercapai cakupan layanan kesehatan universal kepada seluruh warga negara Indonesia merupakan bentuk nyata yang bisa dilakukan. Dalam bidang ekonomi, upaya pembentukan badan usaha milik NU dan memberikan akses pasar dan permodalan bagi dunia usaha milik warga NU merupakan komitmen yang harus diwujudkan sebagai bentuk nyata perhatian NU kepada warganya. 

Di tengah gencarnya aliran-aliran keislaman lain yang dengan bebas masuk Indonesia dari luar negeri yang biasa disebut Islam transnasional, bentuk nyata penyapaan warga NU dengan program-program yang nyata akan menjaga mereka tetap teguh menjaga dan mengamalkan nilai-nilai NU. Inilah Islam ala Indonesia, yang kita yakini mampu memadukan antara nilai-nilai keislaman dan nasionalisme. Yang relevan dengan dunia kekinian yang semakin terintegrasi secara global seiring dengan kemajuan teknologi. Inilah peneguhan khittah yang sesungguhnya. (Mukafi Niam)