Risalah Redaksi

Mengasah Bakat Terpendam Atlet Pesantren

Sabtu, 27 Agustus 2016 | 13:30 WIB

Rasulullah merupakan olahragawan tangguh. Beliau menyukai latihan fisik dengan berkuda, memanah, dan berenang. Inilah yang membuat beliau selalu bugar sehingga mampu menjalankan ibadah dan melayani umat dengan baik. Ada beberapa kisah tentang olahraga yang dilakukan Rasulullah. Rasulullah pernah beradu lari dengan istri terkasihnya, Aisyah. Pada perlombaan pertama Aisyah menang, tetapi beberapa waktu kemudian, saat melakukan pertandingan ulang, ternyata Rasulullah yang menang. Beliau juga pernah menang bergulat dengan orang Rukanah, pegulat terhebat di Makkah saat itu. Dan beliau memenangkan pertandingan tersebut. Sayangnya, pentingnya berolahraga dan menjaga kebugaran fisik yang dicontohkan oleh Rasulullah kurang mendapat perhatian secara serius dari umat Islam. Hingga kini, tak banyak prestasi olahragawan Muslim yang ditorehkan di tingkat dunia.   

Sebelum era industri, seluruh aktivitas manusia mengandalkan kemampuan fisik. Dengan demikian fisik bergerak yang menjadikan tubuh sehat. Kemajuan teknologi menyebabkan banyak aktivitas fisik diganti oleh mesin. Kini berbagai hal cukup dikendalikan dari ujung jari. Kemudahan-kemudahan tersebut bisa melenakan dan menjadi bencana kesehatan jika tidak awas. Olah fisik tetap perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan. Jika dahulu penyakit yang diderita kebanyakan penyakit menular seperti tipus, pes, flu, dan lainnya, kini pembunuh terbesar manusia adalah penyakit diabetes, stroke, dan jantung. Jika dulu banyak orang kurus kering karena kurang makan, kini obesitas menjadi permasalahan global. Ini merupakan penyakit karena perilaku.

Urusan kesehatan bukan hanya soal individu tiap warga negara, tetapi juga menyangkut produktivitas warga negara. Jika banyak warga negara yang sakit, maka produktivitas nasional juga menurun, apalagi saat ini pemerintah memberikan jaminan kesehatan melalui layanan Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Jika banyak warga negara yang sakit, maka negara harus ikut menanggung biaya pengobatannya. Tentu saja, mencegah lebih baik daripada mengobati. Demikian kata bijak yang dajarkan oleh para tetua kita. Untuk mempromosikan pola hidup sehat, negara juga harus lebih aktif dalam mengajak masyarakat untuk mencintai pola hidup sehat dengan berolahraga dan mengkonsumsi makan yang sehat. Di sini, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) memegang peranan penting.

Salah satu program yang dilakukan oleh Kemenpora dalam mendorong partisipasi masyarakat untuk giat berolahraga adalah adalah mencari bibit-bibit muda pesepak bola dari kalangan pesantren melalui turnamen Liga Santri Nusantara (LSN) yang merupakan turnamen U-18. Sepak bola sendiri merupakan olahraga yang paling populer sejagad sehingga di pesantren juga banyak penggemar sepak bola. Ini akan mendorong tradisi berolahraga yang semakin baik di kalangan pesantren. Secara tradisional, jenis olah fisik yang digemari santri, adalah pencak silat. Zaman dahulu, selain menyehatkan secara fisik, silat juga sangat bermanfaat ketika menghadapi ancaman bahaya saat berdakwah. NU sudah memberi wadah untuk penggemar pencak silat melalui Ikatan Pencak Silat (IPS) Pagar Nusa yang menggelar berbagai kompetisi untuk mencari bakat-bakat unggul. 

Ada banyak bakat olahragawan di kalangan santri. Untuk menghasilkan prestasi maksimal, tentu para santri butuh pembinaan yang intensif dan maksimal. Pebulu Tangkis Tantowi Ahmad yang meraih medali emas di Olimpiade Rio de Jeneiro sebelumnya pernah belajar agama di sebuah pesantren. Ia mendapatkan pelatihan intensif di klub bulu tangkis untuk mengasah bakatnya sampai akhirnya mampu meraih berbagai juara internasional. Fenomena Owi, panggilan akrab Tantowi menjadi motivasi pengembangan olahraga di pesantren. 

Berbagai ajang internasional menunjukkan prestasi olahraga Indonesia jauh dari memuaskan. Hasil olimpiade dari waktu ke waktu yang hanya memperoleh satu atau dua medali emas tentu tidak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta. Kita masih kalah jauh dengan Korea Selatan yang penduduknya hanya 51 jutaan, tapi dalam Olimpiade Rio de Jeneiro ini mampu meraih sembilan emas . Di tingkat ASEAN pun, kita hanya berada dalam urutan kelima pada SEA Games di Singapura pada 2015. Tentu upaya menciptakan atlet tangguh bukan pekerjaan semalam. Butuh kejelian merekrut bakat-bakat terpendam, termasuk dari lingkungan pesantren dan kemudian membinanya dengan baik. Prestasi olahraga bisa menjadi motivasi untuk mengkampanyekan hidup sehat di masyarakat. (Mukafi Niam)