Pikiran pikiran pasca kolonial cenderung mengupayakan untuk mengembangkan keragaman budaya atau multikulturalisme. Tidak hanya budaya dalam pengertian sempit, tetapi juga termasuk kekuasaan baik bidang politik, ilmu pengetahuan, ekonomi termasuk seni budaya. Kalau selama ini persoalan yang berkaitan dengan eksistensi negara-negara Islam, pastilah negara-negara Arab Timur Tengah sebagai pemimpinnya, sebagai negara yang secara geografis berposisi sentral, sehingga di sanalah menjadi kiblat dunia Islam dalam arti hakiki maupun majazi.
Dunia non Timur Tengah selalu dianggap sebagai periferal, atau pingggiran, baik dari segi pemikiran maupun gerakaan politik, sehingga ekspresi pemikiran, politik, dan keagamaan yang muncul di dunia non Timur Tengah sering diremehkan, padahal Islam Asia Timur, Selatan dan Tenggara memiliki prestasi, karakter yang berbeda yang tidak kalah majunya, tetapi hanya karena berbeda dengan Islam di pusat, maka dianggap tidak penting. Hal itu bisa kita lihat kecilnya perhatian ilmuwan Arab terhadap kajian Asia Tenggara dan Indonesia khususnya.
Dengan melalui berbagai forum konfrensi baik bidang ekonomi, politik maupun keagamaan, mestinya mereka bisa membuka mata terhadap kenyatan di kawasan lain. Hal itu akhirnya juga berimbas pada para ilmuwan Barat yang dalam membuat pemikiran biasanya hanya mengambil pemikiran Timur Tengah sebagai ilustrasi dan bahan analisis.
Maka dengan melalui deklarasi Jakarta yang di rumuskan dalam Konfrensi Intelektual Islam Internasional baru-baru ini bisa dijadikan salah satu tonggak untuk menempatkan Asia tenggara sebagai pusat Islam yang lain. Kekhasan Islam Asia Tenggara sering diapresiasi secara keliru, tidak dianggap sebagai khazanah yang harus dikembangkan, melainkan dianggap pengyimpangan yang harus dihilangkan. Di sini memang terjadi hegemoni kebenaran Islam Timur Tengah terhadap Islam Asia Tenggara, apa yang bukan Arab dianggap bukan Islam. Hal itu memang sudah cenderung mengarah pada internal kolonialisme.
Maka penyelenggaraaan konfrensi dan sejenisnya itu juga bisa dijadikan gerakan emansipasi negara non Timur Tengah untuk memperoleh kebebasan, dan pengakuan eksistensi keislaman mereka. Dan akhirnya adalah kebebasan untuk memegang kepemimpinan Islam tidak hanya dalam ide atau pemikiran, tetapi juga dalam gerakan melawan penindasan dan penjajahan.
Namun demikian perjuangan ditempuh dengan cara-cara damai, sesuai dengan karakter masyarakat modern yang mengutamakan jalan non kekerasan dalam memperjuangkan hak. Selama ini dunia Islam hanya terpusat di Timur Tengah karena itu perlu ada penggeseran, kawasan Islam yang lain mesti aktif melakukan inisiatif pengembangan Islam di tingkat internasional, dan itu yang dirintis NU dalam melakukan peran peran emansipasi terhadap masyarakat non Timur Tengah agar memperoleh kesamaan dalam segala bidang, politik dan kebudayaan. (MDZ)***
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Jagalah Shalat, Maka Allah Akan Menjagamu
2
Ini Amalan Jumat Terakhir Bulan Rajab, Bisa Jaga Keberkahan Rezeki Sepanjang Tahun
3
Khutbah Jumat: Mengenal Baitul Ma’mur dan Hikmah Terbesar Isra’ dan Mi’raj
4
Paduan Suara Yayasan Pendidikan Almaarif Singosari Malang Meriahkan Kongres Pendidikan NU 2025
5
7 Penerima Penghargaan Pesantren dalam Malam Anugerah Pendidikan NU
6
Kongres Pendidikan NU 2025 Akan Dihadiri 5 Menteri, Ada Anugerah Pendidikan NU
Terkini
Lihat Semua