Saat ini kalangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang kurang menguntungkan posisinya berusaha melakukan perubahan konstitusi agar posisinya kuat. Perubahan konstitusi selama ini tidak diniatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan keagungan bangsa, tetapi lebih diarahkan pada penguatan lembaga tinggi negara yang ada. Selanjutnya kekuasaan lembaga itu digunakan sebagai sarana mengakumulasi modal.<>
Kalau perubahan konstitusi dilakukan semata untuk memperkuat status diri lembaga itu, maka Konstitusi akan terus diubah sesuai dengan tingkat kepentingan sang penyelenggara Negara yang terus bersaing itu. Perubahan dilakukan manakala kepentingannya tidak terpenuhi.
Kondisi semacam itu tentu saja tidak sehat, konstitusi hanya akan menjadi permainan politik. Dengan dalih undang-undang tidak sacral maka perubahan terus dilakukan, tetapi hanya untuk memenuhi kebutuhan yang tidak mendasar yang berkaitan dengan eksistensi bangsa dan Negara. Tetapi sekadar untuk menempatkan diri perorangan. Konstitusi memang boleh diamandir, tetapi tidak untuk menuruti selera rendahan para petualang politik yang hanya akan memperkaya diri. Perubahan konstitusi dilakukan haruslah untuk mengantisipasi terhadap persoalan besar bangsa dan negara yang sangat mendasar, sehingga perubahan dilakukan dengan penuh cermat dan kehati-hatian.
Tidak hanya Undang-undang tidak sacral, tetapi Undang-undang dasar telah sedemikian luas diperjualbelikan oleh kalangan perumusnya. Perubahan UUD sejak pertama kalinya telah diwarnai jual beli pasal dan ayat. Belum lagi banyak lembaga asing yang berminat melakukan investasi bahkan intervensinya ke negeri ini melalui pengubahan UUD 1945. Tidak sedikit mereka yang menjadi motivator, donor bahkan inisiator yang gigih, terutama perubahan terhadap factor yang menyangkut kepentingan rakyat dan bangsa.
Pasal dan ayat yang dianggap mengganggu langkah kapitalisme dan imperialisme global akan segera diamandemen, dengan alas an tidak sesuai dengan gelombang demokrasi, tidak sesuai dengan arus bisnis yang sedang berkembang dan seterusnya. Masih segar dalam ingatan kita, pada awal tahun 2000 yang lalu banyak peraturan daerah yang direview bahkan dieliminir, bukan karena bertentangan dengan UUD1945, tetapi hanya karena tidak sesuai dan menghambat arus investasi modal asing.
Kalau saat ini UUD hendak terus diubah sesuai dengan kepentingan masyarakat politik dan bisnis yang kapitalistik dan hedonis, maka undang-undang dasar akan selalu menjadi medan pertarungan politik dan bisnis. Sementara sebuah bangsa membutuhkan UUD yang tidak hanya mampu menjaga keutuhan bangsa tetapi juga yang mampu menjamin kesejahteraan rakyat.
Perubahan undang-undang dilakukan bukan untuk mendapat posisi dan memperkuat kedudukan seseorang. Tetapi benar-benar untuk menjamin kemajuan dan keutuhan bangsa serta untuk menciptakan keadilan sosial yang merata. Karena itu UUD tidak bisa diserahkan pada ahli hukum saja, apalagi diserahkan pada orang asing. Karena setiap undang-undang dasar haruslah mencerminkan aspirasi rakyat itu sendiri, bukan aspirasi bangsa lain. (Abdul Mun’im DZ)
Terpopuler
1
Ketum PBNU dan Kepala BGN akan Tanda Tangani Nota Kesepahaman soal MBG pada 31 Januari 2025
2
Ansor University Jatim Gelar Bimbingan Beasiswa LPDP S2 dan S3, Ini Link Pendaftarannya
3
Rahasia Mendidik Anak Seperti yang Diajarkan Rasulullah
4
Pemerintah Keluarkan Surat Edaran Pembelajaran Siswa Selama Ramadhan 2025
5
Doa Istikharah agar Dapat Jodoh yang Terbaik
6
5 Masalah Bakal Dibahas Komisi Maudhu'iyah di Munas NU 2025, Berikut Alasannya
Terkini
Lihat Semua