Bangsa ini kelihatannya semakin hari semakin kehilangan karakter dan semakin kerdil, tidak hanya di kalangan rakyatnya, tetapi juga menggejala di lingkungan para pejabat tinggi negara baik yang ada di eksekutif, legislatie maupun yudikatif. Mereka itu sekarang lebih giat menyebarkan gosip, ketimbang mebicarakan masalah ketatanegaraan yang itu sangat diperlukan untuk menata negeri yang anarkis ini.
Sebaliknya yang terjadi, mereka lebih menjadi bintang infotainmen di berbagai televisi, dan hanya mengurus soal hobi, persis seperti yang dilakukan para artis, bahkan kalangan ilmuwan belakangan ini juga banyak yang bergabung dengan mereka menjadi kelompok selebriti. Tugas kenegaraan, kepemerintahan dan tugas kecendekiawanan diabaikan, bahkana kalangan agamawan juga sudah memasuki wilayah hiburan ini.
<>Bila elitenya sudah seperti itu, maka bisa dimengerti kalau masyarakat akhirnya juga terseret ke sana, akhirnya kehidupan mereka sehari-hari juga diwarnai gosip yang berorientasi hiburan. Kalau zaman orde baru orang bergosip atau melakukan rumor tentang rapuhnya rezim itu. Sebaliknya sekarang orang hanya bergosip soal-soal pribadi seorang tokoh atau selebritis. Tidak melihat adanya persoalan lebih penting dari soal yang sepele itu.
Persoalan bobolnya sistem pertahanan di bidang militer kita sama sekali tidak mendapatkan perhatian. Kalaupun terdengar ribut soal pembelian senjata, tetapi itu sekadar proyek untuk mendapatkan uang, bukan untuk memperkuat pertahanan negara yang rapuh, sehingga membuat bangsa ini bangsa penurut. Demikian juga persdoalan masyarakat yang habis disapu gelombang budaya lain melalui film, komik, buku tayangan televisi dan sebagainya dibiarkan tanpa pegangan, sehingga tenggelam dalam ketidakberdayaan.
Apalagi secara ekonomi, bagaimana negeri yang tanpa tirai ini diserbu habis oleh barang dari luar, sehingga usaha rakyat nasional gulung tikar. Untuk soal sepenting itu negara tidak ambil tindakan, hanya karena terjebak oleh kesepakatan jahat yang disebut dengan WTO. Roh jahat itu telah menjangkiti para ekonom dan pejabat negara sehingga rakyat menjadi sengsara, produktivitas turun dan daya beli rendah, maka terjadi pemiskinan massal, berbarengan dengan tutupnya berbagai sektor industri nasional baik negara maupun rakyat.
Kepasrahan terhadap keadaan seperti itu yang akhirnya membuat mereka mencari pelarian dengan masuk kedunia mimpi, dunia gosip dan entertainmen sebagai sarana pelarian, pelupaan, penghindaran terhadap persoalan yang dihadapi. Para elite baik pejabat negara maupun kaum cendekiawan tidak lagi peduli dengan masyarakat, mereka mengabdi pada pemilik modal, yang mampu membiayai kehidupan mewah dan gaya hidup selebriti mereka. Menganggap rakyat miskin akibat kesalahannya sendiri yang malas dan tidak mampu bersaing dalam kehidupan yang kompetitif.
Mereka memang disekolahkan dan dididik untuk menjadi pelayan pemilik modal, karena itu hanya memiliki kecakapan teknis, tidak pernah belajar tentang tanggung jawab. Maka bisa dimengerti kalau mereka tidak memiliki tanggung jawab sosial, mereka hanya mengerti profesinya sendiri. Kepada siapa profesi mereka diabdikan tidak penting, kepada kapitalis paling ekploitatif dan represif sekalipun mereka tidak pernah bermasalah. Itulah kelas menengah dan kelompok elite kolaborator yang merupakan sebagaian besar elite kita.
Mereka itu adalah kelas menengah baru yang tidak kritis bahkan sangat oportunis, yang hanya mencari kesenangannnya. Di atas kehidupan yang penuh problem bahkan bencana ini mereka bersikap no problem. Ini merupakan apatisme tulen yang umum menggejala. Kelas menengah baru itu adalah orang kaya baru yang berusaha mempertahankan dan menikmati kekayaannya secara rakus, sehingga mereka melupakan tanggung jawab social. Seluruh kekayaan digunakan untuk membiayai gaya hidupnya sebagai selebriti yang hobinya menyebar gosif, bukan memikirkan bangsa dan negaranya yang banyak masalah ini.
Kecenderungan itu mesti dieliminir dengan menyelenggarakan pendidikan etis, yang bersifat kritis dan penuh tanggung jawab. Dengan adanya tanggung jawab social yang didasari oleh nilai etik itu seseorang akan menyadari tanggung jawabnya, mampu bergerak, bertindak melangkah untuk mengambil bagian dalam upaya memperbaiki masyarakat dan bangsa ini (Mun’im DZ)
Terpopuler
1
Ketum PBNU dan Kepala BGN akan Tanda Tangani Nota Kesepahaman soal MBG pada 31 Januari 2025
2
Ansor University Jatim Gelar Bimbingan Beasiswa LPDP S2 dan S3, Ini Link Pendaftarannya
3
Paduan Suara Yayasan Pendidikan Almaarif Singosari Malang Meriahkan Kongres Pendidikan NU 2025
4
Kongres Pendidikan NU 2025 Akan Dihadiri 5 Menteri, Ada Anugerah Pendidikan NU
5
Pemerintah Keluarkan Surat Edaran Pembelajaran Siswa Selama Ramadhan 2025
6
Doa Istikharah agar Dapat Jodoh yang Terbaik
Terkini
Lihat Semua