Risalah Redaksi

Perlindungan Terhadap Aset Bangsa

Jumat, 23 Juli 2004 | 12:48 WIB

Negara dan pemerintahan dibentuk guna menciptakan kesejahteraaan dan perlindungan terhadap rakyat, jika tidak dilakukan secara kolektif perlindungan tersebut menjadi lemah. Dengan alasan itu bangsa yang  disebut berperadaban tinggi maupun yang masih primitif menciptakan system pemerintahan, dalam bentuk yang paling sederhana seperti system kesukuan, hingga yang paling kompleks.

Bertolak dari filosofi pemerintah dan kenegaraan semacam itu, maka akan menjadi ironi bahkan naïf, bila pemerintah yang bertugas melindungi rakyat, negara dan alam lingkungan dari perusakan baik oleh bangsa sendiri maupun bangsa lain. Apalagi yang dirusak telah ditetapkan sebagai hutan lindung, hutan larangan, yang telah disepakati kepentingannya, sehingga perlu mendapat perlindungan secara alam dan budaya.

<>

Dalam situasi yang serba transparan seperti sekarang ini pembabatan hutan lindung oleh para penjarah liar, baik masyarakat mapun aparat, sulit disembunyikan. Tetapi anehnya sekarang ini para penjarah hutan lindung yang sangat dilindungi sebagai cagar alam, itu mendapatkan legalitas secara hukum, sebab Perpu No. 1 Tahun 2004, yang dibuat presiden untuk melindungi para penjarah hutan itu akhirnya juga disetujui oleh para wakil rakyat di parlemen.

Semua pihak saat ini berbicara tentang penegakan hukum, tetapi dengan seenaknya hukum dilanggar yang mensiasatinya dengan penciptaan hukum baru, yang melawan hokum yang sebenarnya, sehingga para penjarah mendapat perlindungan resmi untuk melakukan penjarahan terhadap hutan lindung. Padahal hutan lindung bukan hanya perlindungan terhadap berbagai jenis pepohonan, tetapi juga aneka satwa, air dab bebatuan.

Termasuk juga perlindungan terhadap masyarakat baik yang ada di kawasan itu maupun diluarnya, tidak hanya sebagai sumber pangan tetapi juga sebagai pemasok udara bersih Dan anehnya hampir semua perusahaaan yang berambisi merusak hutan tersebut adalah perusahaan asing dari negara-negara maju, yang mengaku beradab, dan paham tentang alam lingkungan. Tetapi dalam situasi begini mereka melakukan pembabatan atas nama modal dan investasi.

Bisa dibayangkan bila perusahaan besar telah mendapatkan izin pembabatan, maka daya rusaknya akan semakin dahsyat, sumber alam terkuras oleh imperialisme asing dan akan menyisakan limbah yang akan menyengsarakan anak cucu bangsa ini. Tetapi anehnya para wakil rakyat tidak peduli dengan bencana itu, mereka tidak mewakili rakyat, hanya sibuk mewakili diri sendiri dan keluarganya dan kelompok asing yang membayarnya.

Dengan cara itu alam kita sudah dipastikan akan rusak, kekayan akan dikeruk tanpa kontrol, sehingga bangsa ini akan menderita kemiskinan. Ketika hutan yang ada ada dibabat untuk lokasi pertambangan, maka rakyat para pengguna hasil hutan juga akan mengalami gulung tikar.

Pada sisi ini pembabatan hutan tidak hanya merusak system ekonomi tetapi juga menghancurkan system pertahanan nasional, sebab tidak akan lagi tempat perlindungan buat pasukan keamanan nasional, semua bisa terditeksi oleh kekuatan lawan, karena Indonesia telah mirip padang pasir, tidak lagi memiliki belantara yang selama ini sangat berguna bagi kemanan pertahanan bangsa.

Persoalan besar bangsa yang menyangkut kebutuhan sebagian besar masyarakat, sama sekali tidak menjadi kepedulian para wakil rakyat di parlemen, maupun para pemegang kekuasaan di pemerintahan, maka bisa  diramalkan kerugian yang bakal dialami bangsa ini dengan adanya kebijakan yang tidak mengaju pada keutuhan bangsa dan kesejahteraan rakyat, tetapi hanya memenuhi kepentingan politik para elite minoritas.

Hal itu terbukti, ketika sebuah undang-undang baru yang mengizinkan perusakan hutan lindung disahkan, tiba-tiba meledak kasus pencemaran limbah pertambangan yang menelan korban ribuan penduduk di Sulawesi Utara. Tetapi tampaknya pemerintah maupun wakil rakyat tidak mengubah pikiran, tidak mengubah kebijakan. (MDZ)