Warta

10 Nopember dan Resolusi Jihad

Kamis, 10 November 2005 | 03:13 WIB

Jakarta, NU Online
Hari ini 10 Oktober diperingati sebagai Hari Pahlawan, sebuah peristiwa monumental yang menghasilkan korban gugur sebanyak 16 ribu orang Indonesia karena mempertahankan kedaulatan dari penjajah. Namun dibalik peristiwa heroik tersebut banyak yang melupakan peran kesajarahan NU dengan resolusi jihadnya.

Perang sengit di Surabaya 60 tahun lalu itu terjadi bermula kembalinya Pasukan Inggris mendarat di Jakarta pada pertengahan September 1945 dengan nama Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Jepang yang kalah dengan Inggris usai perang dunia II kembali ingin merebut Indonesia. Rakyat Indonesia tidak dapat menerima segala bentuk penjajahan, karena itu dikobarkan semangat jihad fisabilillah mengusir penjajah yang dikomandoi oleh para kyai NU seperti Mbah Hasyim As'ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Masykur, dan para santrinya yang tersebar di Jawa Timur.

<>

Bahkan, Ketua PBNU, K.H. Said Aqil Siradj dalam suatu kesempatan menceritakan bahwa dalam pertempuran Surabaya bukan hanya pejuang dari Jawa Timur yang ikut melawan tentara Sekutu, melainkan dari seluruh Jawa, bahkan Jawa Barat. Semuanya diawali oleh Resolusi Jihad tanggal 22 Oktober 1945 yang memerintahkan "melanjutkan perjuangan bersifat sabilillah untuk tegaknya Negara Republik Indonesia Merdeka dan Agama Islam" yang diikuti banyak ulama, termasuk para kiai dari Buntet, Arjawinangun, dan Babakan Ciwaringin, yang kesemuanya dari Cirebon, juga ada Kiai Suja'i dari Indramayu. Konon menurut Said Aqil, yang juga berasal, Cirebon, K.H. Abdullah Abbas dari Buntet turut terjun di medan pertempuran Surabaya.

Yang mengharukan dari kisah Kiai Said adalah bahwa dalam pertempuran itu yang diturunkan oleh Inggris menyerbu Surabaya bukanlah tentara dari Eropa melainkan dari India. Sebagai jajahan Inggris India memang terkenal sebagai penyumbang tentara dalam peperangan-peperangan di Perang Dunia II. Salah satu anggota tentara Divisi India ke-5 ini adalah Letnan Zia-ul-Haq, yang kemudian hari menjadi Presiden Pakistan (Pakistan tahun 1947 memutuskan merdeka terpisah dari India).

Masih menurut Kiai Said - yang belum pernah dituturkan ahli sejarah manapun - Zia-ul-Haq ketika melihat lawannya adalah di antaranya para santri, yang juga berwudu dan berzikir, akhirnya menolak ikut perang dan menyuruh anak buahnya untuk menghindari medan perang.

Tidak menutup kemungkinan bahwa pesantren lain di Jawa Barat juga mengirimkan santrinya dalam pertempuran Surabaya. Data sejarah kita belum terlalu baik dikumpulkan, sehingga generasi puluhan tahun sesudahnya tidak dapat lagi menemukan bukti-bukti tertulisnya. Ini merupakan bencana besar bagi sebuah bangsa yang ingin menemukan jati dirinya sendiri, bukan jati diri orang lain.

Namun yang jelas, resolusi jihad untuk mempertahankan Negara RI Merdeka dan Agama Islam telah bergema dan turut membuat Belanda berpikir ulang kembali untuk menundukkan bekas wilayah jajahannya. Tentara pemenang Perang Dunia dengan dukungan kekuatan penuh darat, laut, dan udara  dibawah komando Divisi India-5 pimpinan Jenderal Mansergh berkekuatan 24 ribu prajurit dengan 24 buah tank Sherman, 24 buah pesawat tempur, yang telah teruji memenangkan Perang Dunia II yang dahsyat itu hanya mampu merebut Surabaya dalam waktu tiga minggu, jauh dari target semula yaitu tiga hari. Tentara Inggris kehilangan 4 ribu orang dalam pertempuran Surabaya sehingga jumlah korban jiwa seluruhnya 20 ribu orang. Sangat pantas jika diperingati sebagai Hari Pahlawan. (cih)