Bedah Jenazah untuk Pendidikan Perlu Dibincang lebih Mendalam
Kamis, 28 Agustus 2008 | 20:58 WIB
Program pembedahan jenazah untuk keperluan pendidikan perlu dibicarakan lagi secara lebih mendalam. Meski banyak ulama yang membolehkan praktik tersebut namun para ulama dan cendekiawan muslim perlu memberikan masukan bagaimana memerlakukan tubuh jenazah sesuai dengan hakikat kemanusiaan dalam ajaran Islam.
Demikian dalam Bahtsul Masail tentang Silent Mentor Program atau program bedah jenazah untuk keperluan pendidikan yang diselenggarakan Pengurus Pusat Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (PP LBM NU) bersama PP Lembaga Pelayanan Kesehatan (LPK) NU dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), di ruang pertemuan gedung PBNU, Jakarta, Kamis (28/8).<>
Hj Faizah Sibromalisi, anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, pada kesempatan itu menyampaikan, dalam Fatwa MUI nomor 19 tanggal 5 Februari 1988 telah menyebutkan, ”bahwa dalam hal penyelidikan ilmiah terhadap mayat tidak dilarang oleh Islam atau dengan kata lain diperbolehkan.”
Dikatakan Faizah, tidak ada ayat Al-Qur’an yang melarang melakukan praktik itu maka kemudian diambil kaidah al-ashlu fil manafi' al-ibahah, pada dasarnya sesuatu yang bermanfaat adalah diperbolehkan. Sementara itu beberapa teks hadits Nabi Muhammad SAW memerintahkan umat Islam untuk mengembangkan pengetahuan dan meningkatkan keterampilan di dunia medis.
Dr Aditya Wardhana dari Kelompok Kerja (Pokja) Silen Mentor FKUI menyampaikan, program silent mentor dilakukan untuk menghindari kesalahan yang mengakibatkan kesakitan, cacat tubuh dan bahkan kematian dalam praktik kedokteran. Sementara program serupa yang yang dipraktikkan pada hewan, seperti babi dab kera, dinilai kurang efektif karena sangat berbeda dengan manusia.
Dikatakannya program silent mentor sudah dilaksanakan di beberapa universitas terkemuka di dunia seperti Amerika Serikat, Taiwan, dan Thailan. Sementara di Indonesia belum dilaksanakan dan saat ini baru berupa Pokja di FKUI.
Bahtsul masail tentang silent mentor program yang dihadiri para akademisi di bidang kajian islam dan para ahli fikih itu merekomendasikan kajian lebih mendalam terutama terkait teknis perlakukan terhadap jenazah dan hak-haknya dalam perpektif syariat Islam.
Sebagian peserta bahtsul masail juga masih merasa berkeberatan dengan kriteria jenazah yang diperbolehkan dibedah untuk kepentingan medis. Ada pembatasan, bahwa jenazah yang boleh dibedah hayalah yang ghairu muhtaram (tidak terhormat) yang dijelaskan sebagai non-muslim, gelandangan, atau orang tanpa identitas. Pembatasan ini dinilai sangat problematis.
Wakil Ketua LBM NU, H Kholil Nafis, yang juga ketua panitia bahtsul masail menyatakan persoalan silent mentor program ini masih akan dibicarakan lebih serius. “Paling tidak dilingkungan LBM NU sendiri masih harus ada dua kajian lagi yang lebih teknis soal pelaksanaan Silent Mentor Program ini,” katanya usai acara.
Ditambahkannya, persoalan silent mentor program ini juga akan diangkat kembali dalam forum yang lebih tinggi dalam organisasi NU, yakni dalam forum Muktamar NU atau Munas alim ulama. (nam)
Terpopuler
1
Keutamaan Puasa Syaban Menurut Syekh Nawawi al-Bantani
2
Khutbah Jumat: Menumbuhkan Keikhlasan dalam Beramal dan Beribadah
3
Khutbah Jumat: Jagalah Lisan supaya Tidak Menyakiti Orang Lain
4
Khutbah Jumat: Jangan Salah Pilih Teman
5
Khutbah Jumat: Manusia sebagai Makhluk Sosial, dan Perintah untuk Saling Mengenal
6
Data Hilal Penentuan Awal Bulan Syaban 1446 H
Terkini
Lihat Semua