Jember, NU Online
Cita-cita membumikan ajaran-ajaran Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) ala NU di Indonesia semakin dikuatkan oleh upaya KH Muhyiddin Abdusshomad. Jika sebelumnya ia menulis buku "Fiqih Tradisionalis" dalam huruf latin, kali ini akan ditulis dengan huruf arab gundul, atau kitab kuning.
Sengaja ditulis berbeda, karena segmen yang dituju juga beda. Jika buku sebelumnya lebih difokuskan untuk kalangan umum, kali ini untuk siswa madrasah, santri pesantren dan kiai.
<>“Sebab di pesantren itu kalau tidak pakai kitab dalam huruf Arab, terasa kurang mantap,” kata Kiai Muhyiddin, saat ditemui di kediamannya, Pondok Pesantren Nurul Islam (Nuris) Antirogo, Jember, Sabtu (29/9) lalu. “Orang pesantren kurang puas kalau mengambil rujukan dari kitab yang ditulis dari arah kiri,” lanjutnya bergurau.
Buku dalam edisi kitab kuning itu nantinya akan diberi judul Al-Hujajul Qath’iyah fi Shihhatil Mu’taqadat wal Amaliyat an-Nahdliyah (Argumentasi-argumentasi kuat tentang kebenaran akidah dan amaliah warga NU). Edisi kitab kuning nanti akan lebih lengkap dari edisi dalam bahasa Indonesia yang sudah terbit, karena ada penambahan di sana-sini dan diketemukannya dalil-dalil lain.
Di antaranya tentang dalil perlunya berjabat tangan setelah shalat berjamaah. “Ternyata jabat tangan usai shalat itu ada dalilnya, dari Hadits Shohih Bukhori lagi,” tutur Kiai Muhyiddin, yang juga Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jember.
Pengasuh Pondok Pesantren Nuris itu memastikan bahwa naskah itu sudah dikirim ke penerbit, setidaknya dalam awal Oktober ini. Semuanya sudah siap. Termasuk pengantar dari KH Abdullah Faqih (Langitan), KH Bashori Alwi (Singosari), Habib Hasan Baharun (Bangil), KH Maimun Zubair (Sarang) dan Prof Dr Khotibul Umam (UIN Jakarta).
Buku ini lebih terasa istimewa karena juga telah mendapatkan tashih dari Syeikh Abdullah Mujawir Husein (Kepala Staf Kantor Syaikhul Al-Azhar, Mesir). Juga telah mendapatkan pengantar dari Ketua Umum PBNU, DR KH A Hasyim Muzadi.
Bahkan, menurut Kiai Muhyiddin, Syeikh Mujawir menyambut baik penulisan buku yang berisi dalil-dalil amaliah orang NU tersebut. Selain memberikan koreksi, juga pujian untuk sang penulis. “Masa dari 60 juta umat NU tidak ada yang menulis dalam huruf Arab,” kata Syeikh Mujawir, seperti yang ditirukan Kiai Muhyiddin.
Ia mengaku perlu terus menyebarkan dalil-dalil amaliah warga NU ke semua lapisan kaum nahdliyin, karena saat ini serangan dari kelompok lain semakin gencar. Mereka menggunakan dalil-dalil yang sudah dipersiapkan untuk ‘menghabisi’ amaliah orang NU. Ironisnya, tidak semua santri memahami tentang dasar-dasar amaliah mereka. Apalagi yang bukan santri. “Para kiai tidak sempat menjelaskan dasar-dasar itu, sebab sudah terlalu asyik dengan membaca kitabnya,” tutur Kiai Muhyiddin.
Selain itu, waktu belajar di pesantren saat ini semakin pendek. Paling hanya dalam usia SMP-SMA. “Kecuali di pesantren-pesantren yang murni salaf, biasanya waktu belajar mereka lebih panjang,” tandasnya.
Dengan adanya kitab kuning yang menjelaskan tentang dasar-dasar amaliah warga NU dan dijadikan pedoman di pesantren, ia berharap nantinya semua santri memahami dan tidak perlu minder ketika berhadapan dengan kelompok lain. “Lho wong sebenarnya dalil-dalil kita itu lebih kuat kok dari dalil mereka. Kita saja yang banyak belum tahu,” kata Kiai Muhyiddin meyakinkan. (sbh)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
250 Santri Ikuti OSN Zona Jateng-DIY di Temanggung Jelang 100 Tahun Pesantren Al-Falah Ploso
Terkini
Lihat Semua