Warta

Buku Sekolah Kok Mahal Sih...?

Senin, 1 Agustus 2005 | 03:49 WIB


Jakarta, NU Online
"Pendidikan semakin mahal, buku berganti-ganti. Belum iuran ini dan itu, susah !" ungkap seorang ibu rumah tangga di Kramat Raya, kepada NU Online, Senin (1/8) ketika mengantar anaknya sekolah.

Mira, nama ibu itu juga mengeluhkan masih adanya kewajiban anak-anak mereka yang mesti membeli buku pelajaran dari sekolahnya yang umumnya harus pula sekaligus dibayarkan pada awal tahun ajaran baru ini.

<>

Untuk pelajar SD, misalnya, paling tidak harus disediakan buku matematika (seharga Rp 25.000), bahasa Indonesia (Rp 15.000), IPA (Rp 15.000), IPS (Rp 15.000). Belum lagi buku-buku yang lain. Paling tidak, untuk keperluan buku-buku pelajaran anak SD diperlukan biaya antara Rp 125.000 hingga Rp 170.000.

"Padahal dulu buku-buku sekolah relatif murah dan bisa dipakai secara turun-temurun, tapi sekarang tiap semester bukunya beda-beda, mahal lagi," papar Mira yang memiliki 3 putera dan 1 puteri yang masih duduk di SD dan SMP ini.

Keluhan ini, parahnya ditengah rencana pemerintah menerapkan kebijakan  Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang semestinya diikuti dengan penghentian berbagai pungutan bagi siswa yang memberatkan para orangtua itu.

Menanggapi kondisi ini pegiat di dunia buku, G Aris Buntaran menilai hampir tak ada Presiden yang memberi perhatian khusus terhadap dunia perbukuan, selain Soekarno. ''Presiden Soekarno dalam sebuah rapat akbar memerintahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Priyono, ketika itu, untuk menerbitkan buku murah,'' kenangnya.

Setelah itu, tak ada lagi rezim yang memberi perhatian untuk menerbitkan buku murah. Padahal, kata Aris, India saja memiliki political will untuk menerbitkan buku murah. Dengan kebijakan itu, rakyat bisa membaca buku tanpa harus merogoh kantong terlalu dalam.

''Bila negara mau serius, buat saja kertas khusus yang ringan dan murah khusus digunakan untuk mencetak buku murah,'' paparnya. Untuk kalangan masyarakat yang mampu, bisa membeli buku yang sama namun dengan kualitas kertas yang lebih baik. Hal itu, sudah berlangsung di India.

Hal senada juga dikemukakan Kabid Hukum Humas dan Kerjasama Antarlembaga Ikapi Cabang DKI Jakarta, HR Harry. Menurutnya, sebenarnya harga buku bisa lebih murah. Asalkan, imbuh dia, beberapa komponen bahan pembuat buku seperti kertas dan tinta disubsidi pemerintah.

''Pemerintahkan memiliki beberapa perusahaan kertas. Buat saja kertas khusus yang disubsidi untuk menerbitkan buku murah,'' paparnya. Ia pun berharap agar royalti penulis yang hanya 10 persen dari oplah buku ditingkatkan, dan pajak buku 10 persen dihapus saja. ''Pemerintah bisa mengalokasikan dana kompensasi BBM untuk buku murah.'' tandasnya.

Sementara itu menurut sumber NU Online yang enggan disebutkan namanya mengatakan, mahalnya harga buku sekolah karena masuknya mavia percetakan ke lingkungan Diknas dengan proyek-proyek perbukuan yang disusun berdasarkan kurikulum Diknas. "Mavia ini bekerjasama dengan orang dalam, dan ini sudah berlangsung lama," tandasnya tanpa mau menyebutkan siapa mavia itu.(cih)