Warta

Depag Perjuangkan Keseteraan Anggaran Pendidikan Sekolah Berciri Agama

Ahad, 24 September 2006 | 15:46 WIB

Jakarta, NU Online
Departemen Agama akan mendorong terjadinya kesetaraan akses antara sekolah-sekolah berciri khas agama dengan sekolah formal terutama dalam masalah penyediaan anggaran yang selama ini dirasakan timpang.

"Selama puluhan tahun dirasakan sekolah-sekolah berciri khas agama kurang diperhatikan. Kondisi tersebut disebabkan pemerintah lebih fokus pada pendidikan formal dan tidak banyak menyentuh jenis pendidikan lainnya," kata Sekjen Departemen Agama, Bahrul Hayat di Jakarta, Minggu.

<>

Ia mengatakan, pengaturan mengenai sekolah umum berciri khas agama  secara regulasi sudah ada payung hukumnya dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan peraturan pemerintah (PP) tentang kesetaraan yang sedang disiapkan.

Namun demikian tidak bisa dipungkiri dalam kenyataannya sekolah berciri khas agama khususnya agama Islam selama puluhan tahun menjadi kelompok termarginalisasi.

Lebih lanjut Bahrul mengatakan, dalam lingkup Departemen Agama  terdapat tiga model pendidikan agama yakni pendidikan umum bercirikan khas agama Islam yakni Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (Mts) dan Madrasah Aliyah (MA).

Kedua, pendidikan keagamaan khas pondok pesantren yang bersifat "abu-abu" karena selain tetap berbasis pada pendidikan keagamaan namun juga mengadopsi pendidikan modern, seperti Pondok Pesantren Gontor Jawa Timur, katanya.

"Model pendidikan di Ponpes seperti Gontor disebut abu-abu karena kurikulumnya bukan merupakan tergolong kurikulum madrasah dan bukan juga kurikulum Depdiknas," katanya.

Selanjutnya kelompok ketiga adalah kelompok diniyah dan pondok pesantren salafiyah yang cenderung mengabaikan kebutuhan pendidikan formal  karena nyaris sepenuhnya mengutamakan pengetahuan agama, katanya.

Akibatnya dua kelompok terakhir, ponpes modern dan ponpes diniyah/salafiyah menjadi terpinggirkan dan semakin tidak tersentuh perhatian pemerintah, katanya.

Karena itu, Departemen Agama bersama dengan Departemen Pendidikan Nasional terus melakukan sinkronisasi agar Rencana Strategis Pembangunan Pendidikan Nasional bukan hanya monopoli satu instansi saja tetapi mencakup seluruh stake holder terkait dalam dunia pendidikan, katanya.

Lebih lanjut Bahrul mengharapkan, proporsi anggaran pendidikan tahun 2007 untuk pos pendidikan di Depag akan lebih ditingkatkan jumlahnya. Tahun 2006, pos pendidikan di Depag memperoleh anggaran Rp3,6 triliun ditambah dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Rp2 triliun .

Sementara Depdiknas mendapatkan anggaran Rp36,7 triliun dan jumlah tersebut termasuk dana untuk BOS, katanya.

Bahrul berharap apabila terjadi penambahan anggaran tahun 2007, maka pos pendidikan di Departemen Agama bisa naik lebih besar dengan persentase 20 : 80 untuk Depdiknas.

Masuk PT Terkemuka

Mengenai kualitas siswa lulusan sekolah berciri khas agama, Bahrul mengatakan,  Di tingkat Madrasah Aliyah (MA) setingkat SMA, lebih dari 95 persen lulusan unggulan berhasil lolos masuk perguruan tinggi terkemuka.

Saat ini Depag juga melakukan pembibitan bagi siswa MA unggulan tingkat nasional, antara lain di MA Insan Cendekia Serpong Banten dan MA di Gorontalo.Kedua MA tersebut akan menjadi wadah bagi bibit unggul dari madrasah dan pesantren seluruh Indonesia.

Sementara fenomena menarik dari hasil Ujian Nasional (UN) tahun 2006, yakni sekalipun persentase kelulusan di SMP lebih baik ketimbang Madrasah Tsnawiyah, namun nilai rata-rata Mts ternyata lebih baik dari SMP.

Tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI) setingkat SD dan Madrasah tsanawiyah (Mts) memberikan kontribusi 19,4 persen untuk angka partisipasi kasar (APK) atau keikutsertaan dalam mengikuti pendidikan dasar dan menengah.

Sedangkan 88,7 persen lulusan MI melanjutkan ke jenjang Mts, SMP atau pesantren dan sebanyak 63,9 persen lulusan Mts melanjutkan ke MA, SMA, SMK atau pesantren, tambahnya. (ant/mkf)