Warta

Dialog Bahas Fatwa MUI Berlangsung Ricuh

Kamis, 4 Agustus 2005 | 13:12 WIB

Jakarta, NU Online
Dialog yang membahas pro kontra mensikapi fatwa MUI yang melarang ajaran Ahmadiyah dan pandangan liberalisme, pluraslisme serta sekalirisme yang berlangsung di Hotel Mandarin Oriental (4/8) berlangsung dengan kericuhan.

Sejak awal, dialog yang bertema “Menyikapi Perbedaan Pasca Fatwa MUI” dengan pembicara Dawam  Raharjo (Aliansi Masyarakat Madani untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan), KH. Ma’ruf Amin (MUI), Musdah Mulia (ICRP) dan Syafi,I Anwar (ICIP) dan Fauzan Al-Anshori (MMI).tersebut berlangsung dengan panas, apalagi ditambah dengan provokasi dari masing-masing pendukung.

<>

Tak ada titik temu dalam pembahasan fatwa MUI. Masing-masing fihak mengusung definisinya masing-masing. Makruf Amin menjelaskan bahwa ajaran yang mengedepankan akal fikiran dalam agama tidaklah benar dan harus ditentang. Ulama dalam hal ini berkewajiban untuk membimbing mereka yang keliru dalam menginterpretasikan ajaran agama seperti Ahmadiyah.

Sementara itu Dawam Rahardja menilai bahwa kebenaran mutlak hanyalah milik tuhan sehingga manusia memiliki kebebasan untuk melakukan interpretasi sesuai dengan kemaslahatan ummat. Dikatakannya bahwa MUI tidak memahami secara benar definisi liberalisme, pluralisme dan sekularisme. Definisi MUI bahwa liberalisme adalah pandangan yang mengedepankan pemikiran dari pada nas dinilai tidak tepat

Karena banyaknya massa dari kedua pendukung, ketika ada pernyataan tertentu yang menegaskan kebenarannya atau menolak kebenaran fihak lain, masing-masing fihak memberi dukungan teriakan sehingga suasana semakin memanas.

Moderator pun terpaksa mengakhiri diskusi ketika peserta semakin emosional dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tajam dan tak terkontrol pada narasumber yang dinilai melecehkan para ulama.(mkf)