Warta

Dialog NU-Muhammadiyah Perlu Terus Dibangun

Rabu, 3 Oktober 2007 | 07:53 WIB

Brisbane, NU Online
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, Dr. Ali Maschan Musa, mengatakan, dialog antara NU dan Muhammadiyah untuk mencari titik temu penentuan Idul Fitri (1 Syawal) perlu terus dibangun kendati perbedaan pendapat sudah ada sejak dulu karena keduanya menggunakan metode yang berbeda. 

"Beda pendapat dalam hal-hal yang  masih menjadi perdebatan (furuiyah) memang sulit dihindari tapi harus ada dialog yang terus menerus," katanya.<>

Menurut Ali Maschan Musa yang hari Selasa bertolak ke Canberra setelah Senin malam memberikan ceramah Ramadhan kepada belasan warga Muslim anggota Perhimpunan Masyarakat Muslim Indonesia di Brisbane (IISB), selama metode yang dipakai kedua Ormas Islam itu berbeda, agak sulit untuk mencari titik temu.

Ia mengatakan, dikenal tiga metode untuk menentukan awal Ramadhan dan 1 Syawal dengan rukyah internasional atau Makkah, Pemerintah RI dan sejumlah Ormas Islam, termasuk NU, menggunakan metode hisah dan rukyah, sedangkan Muhammadiyah hanya memakai metode hisab.

Perbedaan pendapat yang ada masih bisa ditoleransi selama tetap berhenti pada beda pendapat semata, dan tidak ditarik ke ranah politik, katanya. Dalam perkembangan lain, NU dan Muhammadiyah, Selasa, bertemu di kantor PB NU, Jakarta, untuk kembali bersilaturahmi dan berdialog terkait dengan perbedaan dalam penetapan akhir Ramadhan atau 1 Syawal.

Dalam pertemuan tersebut, NU diwakili Lajnah Falakiah yang dipimpin KH Ghozalie Masroeri, sedangkan  Muhammadiyah diwakili Majelis Tarjih yang dipimpin Abdul Fatah Wibisono.

Pertemuan tersebut juga diikuti Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi dan Dirjen Bimas Islam Depag Prof KH Nasaruddin Umar. Kiai Hasyim Muzadi berharap dalam dialog tersebut tidak terjadi debat untuk mempertahankan argumentasi masing-masing dan juga dihindari unsur gengsi.

Sementara itu, Muhammadiyah masih tetap pada pendiriannya bahwa Idul Fitri 1428 H jatuh pada 12 Oktober, sedangkan NU baru menetapkan jatuhnya lebaran setelah sidang isbat yang digelar Departemen Agama pada 11 Oktober 2007.

Ketua LFNU, KH Ghozalie Masroeri menyatakan, pihaknya memakai metode hisab sebagai patokan untuk melaksanakan rukyat (melihat bulan). Keputusan jatuhnya lebaran tergantung hasil rukyat. (ant/sir)