Semarang, NU Online
Tradisi yang menandai datangnya bulan Ramadhan yakni arak-arakan dugderan berjalan cukup meriah. Ribuan penonton memadati sepanjang jalan dari balaikota Semarang menuju Masjid Agung Kota Semarang.
Perayaan ini memang selalu dinanti, hal ini terlihat dari antusiasnya warga yang berdesak-desakan melihat arak-arakan tersebut meski terik matahari cukup menyengat.
<>Arak-arakan diawali dengan upacara pelepasan dari halaman balaikota yang sebelumnya dijadwalkan di Jalan Pemuda karena pembangunan gerbang dan renovasi halaman balaikota belum selesai. Namun akhirnya pelepasan arak-arakan tersebut di laksanakan di halaman balaikota meskipun debu pasir dari pembangunan cukup mengganggu.
Dari halaman balaikota Kanjeng Bupati RM Arya Purbaningrat yang diperankan oleh Walikota Soemarmo HS berangkat menuju Masjid Kauman, untuk menerima suhuf hasil halaqah ulama mengenai penetapan awal Ramadan.
Dalam acara tersebut wali kota mengenakan busana Semarangan bermotif merah marun dengan menaiki kereta kencana yang didatangkan dari Keraton Surakarta. Saat sampai di Masjid Agung Semarang, takmir masjid sebagai wakil dari alim ulama yang diwakili KH Hanief Ismail menyerahkan suhuf hasil halaqah kepada Kanjeng Bupati.
Selanjutnya Kanjeng Bupati membacakan penetapan awal Ramadan tahun 1432 H yang jatuh pada 1 Agustus 2011 di hadapan masyarakat Kota Semarang di serambi masjid pada sekitar pukul 14.30.
Setelah membacakan suhuf halaqah dalam bahasa Jawa krama inggil dengan didampingi alim ulama itu, Bupati kemudian memukul beduk beberapa kali dengan diiringi peledakan bom udara. Setelah itu, Bupati secara simbolik membagikan dua bungkus roti bantal rel, masing-masing kepada Lurah Kauman dan Bangunsari.
Setelah melakukan salat Ashar, rombongan Bupati melanjutkan perjalanan menuju Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), untuk menyerahkan suhuf halaqah dari Masjid Agung Kauman kepada Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo yang berperan sebagai RMT Probo Hadikusumo.
Pada sambutannya Soemarmo mengatakan tradisi dugderan sebagai warisan budaya religi masyarakat Kota Semarang merupakan kearifan lokal yang harus dipertahankan dan selalu dinanti masyarakat menjelang datangnya Ramadhan.
“Selain itu, dugderan ini merupakan satu ungkapan suka cita khususnya kaum muslimin dan muslimat akan datangnya bulan suci Ramadan,” katanya.
Arak-arakan dari halaman balaikota tersebut terdiri dari pasukan merahputih, 65 bendi yang dinaiki oleh Walikota beserta pejabat SKPD, rombongan dari etnis Cina, Arab dan Jawa serta sejumlah kelompok kesenian lainnya. Pada Minggu pagi, juga digelar karnaval anak-anak TK, SD, dan SMP di lapangan Simpanglima.
Ketua Panitia Kirab Dugderan, Kasturi menambahkan, kirab dugderan tahun ini digelar di empat titik, yakni Simpanglima, Balai Kota, Masjid Agung Semarang, dan Masjid Agung Jawa Tengah. Dikatakan, karnaval yang bertajuk "Kirab Kearifan Budaya Lokal" ini menelan dana lebih dari Rp 200 juta.
“Dana sebesar itu untuk menyewa berbagai peralatan seperti dua kereta kencana dari Kasunanan Solo dan konsumsi untuk ratusan peserta, meski begitu ini untuk menjaga kearifan lokal yang menjadi kebanggaan warga Semarang,” tuturnya.
Redaktur : Hamzah Sahal
Kontributor : Ichwan
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
250 Santri Ikuti OSN Zona Jateng-DIY di Temanggung Jelang 100 Tahun Pesantren Al-Falah Ploso
6
Cerita Rayhan, Anak 6 Tahun Juara 1 MHN Aqidatul Awam OSN Zona Jateng-DIY
Terkini
Lihat Semua