Warta

Forum Dialog Vatikan: Agama Ialah Kasih, Tidak Cari Musuh

Jumat, 7 November 2008 | 00:46 WIB

Jakarta, NU Online
Sejarah dialog Kristen-Muslim mengalami metamorfosa berarti dan telah memasuki babak baru, demikian kesan sebagian pembicara dan peserta konferensi pertama Forum Katholik-Muslim di Vatikan yang sedang berlangsung 4-6 November 2008. Begitu bunyi surat elektronik yang dikirimkan P. Dr. Markus Solo Kewuta SVD, delegasi Indonesia  dalam forum tersebut Kamis (6/11).

Markus Solo Kewuta, SVD adalah anggota Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama yang menangani Dialog Kristen-Muslim di Asia, Amerika Latin dan Afrika. Dewan Kepausan untuk Dialog Antar Agama di Vatikan (Pontifical Council for Interreligious Dialog-PCID) mengundang 29 tokoh dan cendekiawan Katholik serta 29 tokoh serta cendekiawan Muslim dari seluruh dunia untuk mengikuti dialog tersebut.<>

Kegiatan dialog ini merupakan langkah konkret pertama yang dijajaki Vatikan atas inisiatif Paus Benediktus ke-16 setelah menerima Surat Terbuka (Open Letter) yang ditandatangani oleh 138 Cendikiawan Muslim dari berbagai negara setahun setelah Pidato Regensburg, tulis Dr Markus dalam laporan yang dikirim melalui surat elektronik dari Vatikan itu.

Surat terbuka para tokoh agama Islam itu ditujukan kepada Paus dan sejumlah tokoh Kristen dunia, berisi ajakan untuk berdialog secara baru atas dasar hukum Kasih akan Tuhan dan Sesama (Love of God and Love of Neighbour) yang dikenal dalam agama Kristen sebagai Hukum Utama.

Forum Dialog Kristen-Muslim yang sudah lama dinanti-nanti para tokoh agama itu dipimpin oleh Presiden PCID, Kardinal Jean-Louis Tauran dan Grand Mufti Mustafa Ceric dari Bosnia Herzegovina, sedangkan delegasi dari Indonesia antara lain Prof. Dr. Din Syamsuddin, Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah sebagai salah satu dari wakil Islam sedunia dan Dr Markus sebagai anggota tim penasehat.

Pada hari pertama peserta diajak mendalami materi refleksi teologis-spiritual tentang makna kasih dalam agama Kristen dan agama Islam. Paparan teologis-spiritual dari dua perspektif berbeda membawa kedua agama kepada sebuah sikap tunggal, bahwa Kasih adalah sebuah kebajikan yang berkarakter universal dalam memerangi segala bentuk egoisme yang terekspresi lewat berbagai bentuk kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia.

Kasih bukan hanya sebuah kata. Ini adalah kata dan tindakan sekaligus. Pertanyaan penting yang kini mengganjal dan menantang adalah bagaimana orang Kristen dan Muslim berusaha untuk mentransformasi kasih sebagai kata dalam tindakan nyata, agar Kasih itu bisa diterima dan dipahami oleh orang di luar komunitas agama sendiri tanpa harus percaya akan kebenaran fundamental yang diyakini pihak lain.

Pada hari pertama itu juga dibahas tema "Human Dignity" (Martabat Manusia) dan "Mutual Respect" (Saling mengormati) yang disajikan dalam refleksi kritis dengan aplikasi praktis oleh dua pembicara dari masing-masing agama.

Kedua agama mengakui asal-usul ilahi derajat manusia karena dianugerahkan Allah sendiri sejak membentuk manusia dalam rahim ibu. Di dalam bingkai Kasih-lah manusia mampu melihat luhurnya "Human Dignity" dan mampu pula mengembangkan serta mempromosi "Mutual Respect". (ant/rol)