Warta

Gus Dur: Kebangkitan Nasional Dinodai oleh Ketidakjujuran

Sabtu, 20 Mei 2006 | 06:53 WIB

Jakarta, NU Online
Persoalan utama yang sedang dihadapi bangsa Indonesia di Hari Kebangkitan Nasional yang sedang diperingati hari ini, Sabtu (20/5), adalah ketidakjujuran yang ditunjukkan oleh para pemimpin negeri ini. Ketidakjujuran itu dapat diukur dari komitmen penegakan hukum dan pengutamaan kepentingan umum.

“Kebangkitan nasional kita telah dinodai oleh adanya ketidakjujuran. Hukum kita masih tebang pilih. Mahkamah Agung itu tugasnya mengawasi penegakan hukum agar hukum bisa bunyi, koq malah jadi penakut,” kata Mantan Presiden KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam dialog peringatan Hari Kebangkitan Nasional di Jakarta (20/5).

<>

Menanggapi persidangan mantan presiden Soeharto, Gus Dur mengusulkan, agar pemimpin utama Orde Baru itu diadili secara in absentia atau tanpa kehadiran terdakwa. "Kalau undang-undangnya belum ada ya tinggal dibuat, kog sulit-sulit amat. Wong undang-undang porno aja bisa dibuat," kata Gus Dur.

Pengasuh Pesantren Ciganjur itu melanjutkan, ketidakjujuran juga ditunjukkan dari prilaku para pemimpin yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan golongannya. “Yang terpenting dalam kebangkitan nasional itu ya keadilan dan kesejahteraan,” katanya.

Meski kebangkitan nasional Indonesia telah dirusak oleh bangsa sendiri, demikian Gus Dur, Hari Kebangkitan Nasional tetap perlu untuk diperingati. Menurutnya, momen kebangkitan nasional sangat perlu untuk memompa kembali semangat nasionalisme yang semakin terkikis oleh globalisasi.

Gus Dur mengingatkan, kebangkitan nasional pada masa berdirinya budi utomo, 1908, berbeda dengan kebangkitan nasional di era globalisasi. Dua hal yang menurutnya perlu dihindari adalah fundamentalisme agama (Islam) dalam merespon globalisasi dan nasionalisme yang sempit. “Masa masalah pemberian visa orang papua oleh Australia aja kog ngotot. Kayak kita tidak ponya persoalan lain” ungkap Gus Dur. (nam)