Warta KARYA ULAMA

Gus Mus Bicara Tulisan Islami

Sabtu, 6 Agustus 2011 | 20:00 WIB

Rembang, NU Online
Wakil Rais Aam PBNU Dr KH A. Musthofa Bisri atau Gus Mus, mengemukakan bahwa karya tulis yang Islami itu harus mampu mengajak pembacanya berdzikir, mampu menggerakkan pembacanya untuk beramal soleh, dan mengandung pembelaan pada mustadl’afin atau tertindas.

“Seorang penulis Muslim harus dengan sendirinya memperjuangkan nilai-nilai keislaman yang dapat diterima khalayak luas. Tulisan yang mengajak eling pada Yang Maha Kuasa, berbuat baik, dan membela orang lemah itu tulisan Islami,” tegas Gus Mus saat ditemui NU Online di kediamannya, kompleks pesantren Raudlatut Tholibin, Rembang, Kamis malam (4/8).

<>“Yang menilai puisi saya atau cerpen saya beraroma sufistik itu orang lain. Saya nulis, nulis saja. Bahkan saya tidak peduli apakah mau dinilai sebagai puisi, prosa, pamplet atau apapun terserah, apakah ada pesannya atau tidan,” demikian jawab Gus Mus saat ditanya tentang karya puisi-puisi.

“Kadang saya menulis sangan individualistik, untuk diri saya sendiri, menasehati saya sendiri,” ungkap Gus Mus yang mengagumi kitab al-Hikam karya Ibnu Atho’illah as-Sakandari.

Tentang al-Hikam, Gus Mus berkata, “Mana ada aporisma yang begitu indah seperti al-Hikam? Saya rasa tidak ada. Kata-katanya begitu hemat, tapi punya makna yang dalam serta luas, dan mengandung wisdom. Sulit untuk ditiru.”

Gus Mus menjelaskan, karya-karya sufistik itu harus mendidik kesejatian hidup, kehidupan yang dalam, bukan arus umum dalam kehidupan ini, yaitu berbentuk materi. “Karya sufistik itu tertuju hanya pada Allah. Selain allah hanya sarana. Saya tidak tahu tulisan saya macam apa,” ujarnya merendah.

Tapi di sisi lain Gus Mus mengakui tulisannya terpengaruh seorang ulama sufi yang masyhur, Imam al-Ghozali. “Saya banyak mempelajari karya-karya Imam al-Ghozali, pernah menerjemahkan karya beliau, Kimyatus Sa’adah. Pasti saya terpengaruh,” ungkapnya.

Nama lengkap Gus Mus adalah Achmad Mustofa Bisri. Lahir di tengah keluarga santri. Bapaknya, KH Bisri Musthofa adalah ulama kharismatik, singa podium dan penulis ulung. Di antara karya kyai Bisri adalah al-Ibriz, tafsir Al-Qur’an berbahasa Jawa yang hingga kini dibaca kaum santri, utamanya di Jawa.

Saat ini, bapak dari enam anak dan kakek dari sepuluh ini masih aktif menulis di pelbagai media. Tulisannya berupa puisi, esai, cerpen, dan menerjemah kitab. Di antara karya yang sudah terbit adalah Ensiklopedi Ijmak (terjemahan bersama KHM Ahmad Sahal Mahfudz), Proses Kebahagiaan, Awas Manusia dan Nyamuk Yang Perkasa (gubahan Cerita anak-anak), Maha Kiai Hasyim Asy’ari (terjemahan), Syair Asmaul Husna, Saleh Ritual Saleh Sosial, Esai-esai Moral, Pesan Islam Sehari-hari, Ritus Dzikir dan Gempita Ummat, Al-Muna (terjemahan Syair Asma’ul Husna), Mutiara-mutiara Benjol, Fikih Keseharian Gus Mus, Canda Nabi & Tawa Sufi, dan  Melihat Diri Sendiri .

Belasan cerita pendeknya yang dimuat pelbagai surat kabar terbit menjadi buku dengan judul, Lukisan Kaligrafi. Karya ini mendapat anugerah dari Majlis Sastra Asia Tenggara, tahun 2005, sebuah penghargaan dari kerajaan Malaysia.

Buku kumpulan puisi yang sudah terbit Ohoi, Tadarus, Pahlawan dan Tikus, Rubaiyat Angin & Rumput,  Wekwekwek, Gelap Berlapis-lapis, Negeri Daging, Gandrung, Sajak-sajak Cinta, Aku Manusia, Syi'iran Asmaul Husnaa, dan Membuka Pintu Langit.

Di sela-sela kesibukannya sebagai pengasuh pesantren, ceramah di pelbagai tempat, ia menyempatkan diri melukis. Lukisannya yang berjudul Berdzikir Bersama Inul pernah membuat geger para ulama dan dunia seni rupa.

Pada tanggal 10 Agustus nanti, ia akan berulang tahun yang ke-67. Selamat ulang tahun, Gus...

Penulis: Hamzah Sahal