Warta

Ikut Al-Qiyadah karena Tidak Dihargai Komunitas

Ahad, 11 November 2007 | 02:10 WIB

Purworejo, NU Online
Cendekiawan Muslim Dr Muslim Abdurrahman mengatakan, para penganut Al-Qiyadah Al-Islamiyah mengikuti aliran yang sudah dinyatakan sesat tersebut karena mereka merasa tidak dihargai dalam komunitas keyakinan yang mereka ikuti selama ini.

Di aliran Al-Qiyadah, mereka memperoleh pengakuan akan eksistensinya serta penghargaan seperti yang mereka harapkan. “Ini menjadi tugas ulama untuk mengembalikan keyakinan mereka dan bagaimana agar mereka merasa diakui eksistensinya,” tutur Muslim.<>

Analisa Muslim itu sesuai dengan pengakuan dua pengikut Al-Qiyadah di Purworejo yang kini sudah menyatakan bertobat dan kembali ke Islam. Keduanya adalah Bambang dan istrinya, Eli, warga Dusun Kranon, Desa Malangrejo, Kecamatan Banyuurip, Purworejo, Jawa Tengah.

Keduanya, beberapa waktu lalu mengaku, sebelum mengenal aliran tersebut merasa butuh tuntunan dalam memahami agama secara benar. Mereka merasa tidak mendapatkan hal itu dari para pemimpin agama yang ada di lingkungannya. Demikian tulis SM CyberNews.

Selain itu, mereka juga merasa spiritualitas yang dijalani selama ini kering. Mereka merasa hanya menjalankan ibadah sesuai dengan yang diajarkan para ulama, tanpa mengetahui esensi dan tujuan ibadah tersebut.

“Kami hanya ingin belajar agama secara benar. Istilahnya kami sedang mencari kebenaran. Keinginan itu terpenuhi setelah kami mengenal Al-Qiyadah,” ujar Eli sebelum menyatakan bertobat.

Dia mencontohkan kekeringan spiritualitas yang dialaminya dalam membaca Alquran. Selama ini dia hanya tahu lafaz Alquran dalam Bahasa Arab-nya saja, tapi maknanya tidak tahu sama sekali. “Misalnya disuruh baca Al-Fatihah, tapi tidak tahu maknanya,” katanya.

Bambang mengungkapkan perkenalannya dengan Al-Qiyadah dimulai dari anak sulungnya Ninuk yang lebih dulu menjadi pengikut aliran ini. Dulu kuliah di Yogyakarta namun sekarang ini bekerja di Jakarta.

Ninuk datang mengajak, Arif Akbar, warga Sangubanyu, Kecamatan Grabag yang menjadi pembina. “Di Al-Qiyadah tidak ada guru. Yang ada pembina. Arif datang ke sini empat kali dan mengajak kami mengaji Alquran bersama dengan memahami maknanya,” katanya menambahkan keyakinan salat sehari semalam juga diketahui dari Arif.

Sejak enam bulan lalu, dia mulai menyakini itu sebagai kebenaran agama. Setiap malam pukul 01.00 dia bersama istrinya salat sebanyak sebelas rakaat. “Anak kami yang kedua, Budi juga sudah mengikuti. Tinggal anak ketiga, Dana yang belum,” katanya. (sm/man)