Warta

IPNU Sesalkan Kasus Pencabulan di SMK Telkom Pati

Kamis, 25 Desember 2008 | 01:28 WIB

Jakarta, NU Online
Pimpinan Pusat (PP) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) menyesalkan kasus pencabulan terhadap puluhan siswa SMK Telkom Terpadu AKN Marzuqi, Pati, Jawa Tengah. Kasus pelecehan seksual yang dilakukan kiai berinisial AHM itu merupakan pelanggaran terhadap norma.

Ketua PP IPNU, M Rikza Chamami, menjelaskan di pesantren tidak ada pendidikan mengenai sodomi atau perilaku seks yang menyimpang. "Itu sudah melanggar norma agama," tegasnya di Jakarta, Rabu (24/12).<>

Rikza menuturkan, pesantren merupakan salah satu model pendidikan yang sudah lama mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Bahkan, pesantren merupakan cikal bakal sistem pendidikan Islam di Tanah Air.

"Di pesantren itu semua ajarannya sesuai dengan perintah Al Qur'an dan Hadits," tambah alumnus Pondok Pesantren Darunnajah, Semarang, Jateng, itu.

Keberhasilan pesantren dalam melaksanakan tugas pendidikan, katanya, tidak diragukan lagi. Telah banyak bukti nyata akan partisipasi pesantren dalam memajukan bangsa. Alumninya yang banyak tampil di masyarakat semakin yakin akan pentingnya pesantren.

Rikza menyatakan, untuk membuktikan apakah perilaku oknum kiai itu benar atau tidak, maka pihak kepolisian perlu mengungkap secara gamblang kontroversi ini. Sebab, sejauh ini pihak sekolah membantah sepenuhnya kasus tersebut.

Dikatakannya juga, sebagaimana dinyatakan Ketua Komite SMK Telkom H Noor Faizin, menuding para pelapor menyebarkan fitnah untuk merusak kharisma kiai yang dikenal dekat dengan para pejabat tinggi itu.

Untuk itu, IPNU berharap pihak berwajib mengungkap dan menegakkan hukum yang berlaku. "Jangan hanya dekat dengan pejabat lalu kemaksiatan ini tidak bisa diungkap," tegasnya.

Menurut Rikza,  fakta hukum harus dicari dan dibuktikan. Semua bentuk kekerasan dalam dunia pendidikan—terutama kekerasan seksual—harus dihapuskan. Jangan sampai dunia pendidikan yang suci dinodai dengan perilaku amoral, yang menjadikan kesucian pendidikan menjadi rapuh.

"Untuk menyelamatkan masa depan para siswa, maka pihak Depdiknas diminta memfasilitasi sekolah lanjutan bagi para korban dan melakukan proses rehabilitasi," demikian Rikza. (dtc)