Warta

Kebijakan Organisasi Pangan Dunia (FAO) Tidak Memihak Petani Indonesia

Rabu, 17 Mei 2006 | 14:37 WIB

Jakarta, NU Online
Kebijakan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) yang diadopsi oleh Indonesia dalam UU Pangan No. 7 Tahun 1996 hanya membahas aspek ketersediaan, aksebilitas, dan keamanan pangan. Belum lagi menyoal bagaimana produktifitas petani kecil meningkat, FAO tidak menggariaskan aturan main yang adil dalam hal impor beras.

“Selama ini kebijakan FAO hanya lebih condong kepada pertanian berskala besar dan berorientasi ekspor,” kata Hendri Saragih, Koordinator Umum Gerakan Petani Internasional (La Via Campesiana) untuk Indonesia, di hadapan Direktur Jenderal FAO Jacques Diouf pada Konferensi Regional FAO se-Asia Pasific di Hotel Shangril La, Jakarta, Rabu (17/5).

<>

Pada kesempatan itu Hendri mengingatkan, untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan menghapus kemiskinan di pedesaan FAO harus membuka lebar-lebar akses terhadap sumber-sumber agrarian seperti tanah dan air. Fao harus menegaskan kembali komitmenya untuk melakukan pembaharuan agrarian dan pembangunan di pedesaan.

Kepada La Via Campesiana, Jacques Diouf menyatakan telah melaksanakan komitmennya sebagaimana dituntut oleh organisasi-organisasi petani. Hanya saja, katanya, tidak semua negara berkomitmen melakukan pembaharuan agraria dan pembangunan di pedesaan. “Banyak yang tidak menginginkannya,” kilahnya.
 
Sementara itu, pada Rabu (17/5) pagi, ribuan petani dari Jawa Barat dan Jawa Tengah mendatangi Istana Negara. Mereka menuntut pemerintah serius melaksanakan reformasi agraria dengan menerapkan Undang Undang Pokok Agraria No.5/1960 dan menghentikan liberalisasi perdagangan, menolak impor beras, serta mewujudkan kedaulatan pangan.

Aksi ini tentunya digelar dalam rangka menyambut Konferensi Regional FAO se-Asia Pasific di Jakarta yang dimulai sejak Senin (15/5) lalu itu. Ribuan petani yang bergabung dalam Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) juga meminta pemerintah menghentikan segala bentuk kriminalisasi negara terhadap petani. “Stop Impor Beras!” Demikian kalimat dalam spanduk yang tertulis besar-besar.

Ribuan massa petani meneruskan aksinya di Bundaran Hotel Indonesia (HI) Jakarta Pusat dan berakhir di Gedung DPR/MPR Senayan. Mereka juga kembali menolak Perpres No.36/2005 tentang penyediaan lahan untuk fasilitas umum yang diartikan petani sebagai perampasan tanah yang dilegalkan oleh pemerintah yang dipimpin oleh duet Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. (nam)