Warta

Kenapa Harus ke Belanda, Kalau di Indonesia Ada

Senin, 22 Agustus 2005 | 03:04 WIB

Jakarta, NU Online
Kalau ada pameo belum absah meneliti sejarah Indonesia kalau tidak ke Belanda, itu belum sepenuhnya benar. Karena, arsip yang dimiliki Indonesia sangat memadai, cuma belum diteliti secara maksimal.

"Arsip tentang Indonesia sebetulnya sangat lengkap dan utuh berada di Arsip Nasional Indonesia, namun para peneliti kita belum menelitinya secara keseluruhan, hanya pada teks-teks yang berbahasa Indonesia atau Inggris yang ada di abad 19 dan 20-an," ungkap Supriyadi, pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), dalam diskusi manajemen kearsipan di lingkungan PBNU yang di gagas NU. Online, Jum'at (19/8) lalu.

<>

Menurut Supriyadi, selama ini yang memanfaatkan arsip-arsip yang ada di Jl. Ampera Raya, Jakarta itu kebanyakan peneliti asing dan yang diteliti pun arsip-arsip yang berbahasa belanda sekitar abad 16 pertengahan hingga abad 19an. "Arsip-arsip tua ini jarang di sentuh para peneliti kita. Saya tidak tahu mengapa peneliti kita lebih memilih negeri Belanda untuk mencari data, padahal semua data tentang Indonesia bisa di dapat disini, bahkan gratis," katanya.

Saat ini, lanjut Supriyadi Arsip Nasional memiliki koleksi arsip mulai tahun 1602 hingga tahun 2005, meskipun ada beberapa yang lapuk, namun masih bisa diakses publik. Dikatakannya, saat ini koleksi arsip nasional  yang dikelola dalam bentuk konvensional, yakni berbasis kertas, bila dijejerkan panjangnya mencapai 35 kilometer. Belum lagi yang berbasis non konvensional seperti photo, film, disket, video dan lainnya berjumlah ratusan ribu.

Ini semua belum dimanfaatkan secara maksimal. Makanya, kata pria kelahiran Wonogiri ini, wajar kalau yang menguasai masa lalu kita kebanyakan orang asing, karena mereka yang meneliti data-data arsip nasional. "Dan salah satu daya tarik dari ANRI bagi peneliti asing adalah data tentang VOC yang lengkap," tandasnya.

Ketika ditanyakan mengapa hal ini terjadi ? Lulusan UGM ini mengakui mungkin sosialisasi yang dilakukan ANRI belum sampai kepada masyarakat, sehingga masyarakat pengguna, khususnya bagi para peneliti sejarawan beranggapan koleksi ANRI tidaklah lengkap. "Ini sama sekali tidak benar, bahkan banyak koleksi sejarah Indonesia yang sudah diambil dari beberapa negara luar seperti Belanda, bahkan Jepang sangat proaktif dalam membantu memperbaiki manajeman kearsipan kita," pungkasnya menutup pembicaraan (cih)