Warta HADRATUSSYAIKH HASYIM ASYARI (2)

Kiai Hasyim Junjung Keteladanan dan Kesahajaan

Jumat, 10 Juni 2011 | 06:40 WIB

Jakarta, NU Online
Pengasuh pondok pesantren di kalangan Nahdlatul Ulama dikenal sebagai sosok kiai yang menjunjung tinggi keteladanan dan kesahajaan. Kiai Muchith Muzadi pun menemukan sifat tersebut melekat pada diri Hadratussyaikh Hasyim Asyari.

"Kalau ngaji kepada beliau, tempat cukup di mesjid. Kita duduk di lantai mesjid menyimak beliau mengajarkan kitab. Membaca, menjelaskan, memahamkan kandungan kitab beliau lakukan tanpa bantuan mikrofon," kata Kiai Muchith kepada Tim Riset LTN PBNU yang menemuinya dalam rangka menyambut Harlah NU Ke 85, di Jember, 9 Juni 2011.
<>
Kiai Muchith menambahkan, mengaji kepada Kiai Hasyim Asyari tidak ada tanya jawab. Materi kitab beliau jelaskan semaksimal mungkin dengan metode yang tidak membosankan.

"Mengaji kepada Kiai Hasyim tidak terasa jenuh. Di sela-sela mengajar, beliau sering menyelingi dengan dongeng," terang Kiai Muchith yang di usia lanjutnya masih mondar-mandir Jember-Malang untuk mengajar kitab.

Kesederhanaan Hadratussyaikh Hasyim Asyari mengundang para santri untuk dekat dengan beliau. Hubungan dekat kiai-santri ini tampak dari keseharian beliau yang selalu berada di tengah-tengah para santri. Bahkan dalam setiap hari terdapat cukup banyak agenda pesantren yang beliau rancang agar bisa bersama-sama dengan santri.

"Di luar waktu mengaji, santri Tebuireng juga berkesempatan bertemu Kiai Hasyim saat salat fardhu. Beliau istiqamah mengimami salat lima waktu," lanjut Kiai Muchith bercerita.

Namun sepengetahuan Kiai Muchith, justru para santri Tebuireng yang terkadang tidak sanggup mengikuti ritme religi Kiai Hasyim Asyari. Terbukti pada saat salat Shubuh hanya sedikit santri yang ikut berjamaah. Salat Shubuh bagi Mbah Hasyim tampak spesial. Para santri Tebuireng pun memberi perhatian lebih waktu Shubuh. Setiap waktu Shubuh tiba, mereka yang tidur di masjid segera bangun sebelum Kiai Hasyim Asyari berangkat ke mesjid.

"Salat Shubuh makmum kepada beliau terasa berlangsung sangat lama. Pada saat mengimami salat Shubuh ini beliau memilih untuk membaca surah yang panjang. Ya hanya segelintir saja santri yang kuat berjamaah salat Shubuh," papar Kiai Muchith.

Mbah Hasyim memang tidak hafal al Quran. Namun menurut Kiai Muchith, saat salat Shubuh beliau membawa al Quran dan membacanya. Proses salat Shubuh pun bagi kebanyakan santri Tebuireng terasa lama dan hanya segelintir santri yang mengikutinya.

Meski demikian Kiai Hasyim Asyari tidak pernah memaksa para santri Tebuireng untuk salat shubuh berjamaah. Bahkan santri-santri yang tidur di kamar dibiarkan.

Penulis: Emha Nabil Haroen
Sumber: Tim Riset LTN PBNU