Warta

Kiai Sebaiknya Urus Pesantren, Tinggalkan Politik

Senin, 12 Februari 2007 | 01:50 WIB

Semarang, NU Online
Merosotnya mutu pondok pesantren menarik prihatin sejumlah kiai. Sorotan tajam meluncur dari pimpinan dan pengasuh Ponpes Assunniyah, Kencong, Jember, Jatim, KH Sadid Jauhari. Dia terang-terangan menginginkan agar para kiai tidak menghabiskan waktunya di dunia politik.

‘’Kembalilah ke kandang. Urusi madrasah dan pesantrennya. Karena dari para kiailah, masa depan generasi bangsa dipertaruhkan. Kalau sampai lupa, sudah alamat bahwa dunia pendidikan di ponpes akan terus terpuruk,'’ katanya.

<>

Keterpurukan pendidikan di pondok pesantren, menjadi isu paling menonjol, selain keberadaan Front Pembela Islam (FPI), saat pertemuan para kiai nonparpol yang dikemas dalam ‘’Silaturahmi Kiai-Kiai Pesantren'’, di Ponpes Edi Mancoro, Gedangan, Tuntang, Kabupaten Semarang, Sabtu (10/2) lalu.

Tak kurang KH Habib Lutfhi bin Yahya dari Pekalongan pun angkat bicara. KH Mustofa Bisri (Gus Mus) yang memoderatori silaturahmi itu juga menyentil soal tersebut. Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi pun turut berkomentar.

Mereka yang hadir mengungkapkan, persoalan itu sebenarnya sudah cukup lama dirasakan para kiai yang memang berjuang secara konsisten di lingkup tersebut dan tidak tergiur manisnya keuntungan di percaturan politik.

Banyak kiai perpenampilan makmur, lantaran diminta membesarkan parpol atau berdakwah di berbagai media elektronik. Sebaliknya pesantrennya yang kurang diurusi, sehingga sulit berkembang. Tapi ada juga yang kedua-duanya dapat menikmati keuntungan.

Sentilan cukup berani menyembul agar pendidikan yang dikelola oleh kiai NU tulen berani membuka diri. Misalnya meniru sistem organisasi lain seperti Muhammadiyah dan mencomot sistem yang dikembangkan Depdiknas.

‘’Dengan demikian lulusannya akan dapat disetarakan, bahkan bisa lebih unggul dibanding sekolah umum,'’ ujar KH Mahmud dari Bandung.

Menteri Agama (Menag) HM Maftuh Basyuni langsung memberi paparan sejarah perkembangan madrasah dan ponpesnya yang selama ini di bawah Departemen Agama. Dirinya memperkirakan sekitar 91,8 persen dunia pendidikan di bawah departemennya adalah swasta. Pendidikan tersebut didirikan dan dibangun oleh uang pribadi para kiai.

Lantaran terbentur dana, madrasah yang dikelola di bawah naungan pondok pesantren kualitasnya seperti tersendat. (ansor)