Warta

Korsel Minta NU Bantu Bebaskan Warganya yang Disandera Taliban

Senin, 30 Juli 2007 | 05:11 WIB

Bondowoso, NU Online
Pemerintah Korea Selatan (Korsel) melirik Nahdlatul Ulama (NU). Pemerintah negeri Ginseng tersebut meminta kepada Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi untuk membantu membebaskan 22 warganya yang disandera milisi Taliban.

“Kami akan bertemu dengan Duta Besar Korea Selatan Lee Sun Jin, Rabu (1/8), untuk mengetahui duduk masalahnya,” ujar Hasyim dalam rangkaian kunjungan silaturahim di Bondowoso, Jawa Timur, Ahad (29/7) kemarin.<>

Hasyim mengaku siap membantu pemerintah Korsel. Dia juga menganggap permintaan tersebut tidak berlebihan. Sebab, Korsel melihat NU sebagai organisasi kemasyarakatan Islam dengan jaringan luas di dunia. Karena itu, Hasyim berharap bisa berdialog dengan kelompok Taliban.

“NU akan memaksimalkan jaringan ulamanya untuk menembus Taliban. Kita ingin tahu kemauannya apa. Nanti dilihat kita bisa menghubungi siapa di sana?” terang Hasyim yang juga Presiden World Conference on Religions for Peace.

Untuk melancarkan proses negosiasi, Hasyim berharap NU bisa berkomunikasi secara aktif bersama Departemen Luar Negeri RI. Sebab, negosiasi merupakan hal terpenting dalam proses diplomasi untuk pembebasan sandera.

Meski sudah mempunyai strategi dalam berdialog, Hasyim mengakui masalah Taliban bukan hal mudah untuk diselesaikan. Salah satu alasannya, Taliban merupakan kelompok milisi bersenjata yang sangat tertutup dan berada di daerah yang terisolasi oleh konflik. “Karena itu, yang penting kita cari akses dulu (ke Taliban, Red), baru bisa bicarakan masalahnya,” lanjutnya.

Penyanderaan warga Korsel oleh milisi Taliban kini memasuki hari kesepuluh. Di antara 23 warga Korea yang disandera, sekarang tinggal 22 orang. Kelompok Taliban menuntut agar delapan anggotanya yang ditahan di penjara Afghanistan dibebaskan.

Selain itu, 200 pasukan Korsel yang tergabung dalam pasukan internasional, ISAF, segera ditarik. Sebagai imbalan, 22 warga Korsel itu akan dibebaskan. Namun, hingga kini pemerintah Afghanistan belum mengabulkan tuntutan mereka. (gpa/rif)