Warta

Lakpesdam Sambut Baik Keinginan PBNU untuk Kerjasama dengan LBM

Sabtu, 19 November 2005 | 10:20 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) NU Nasihin Hasan, menyambut baik keinginan Pengurus Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk menjalin kerjasama antara Lakpesdam dan Lembaga Bahsul Masail (LBM). Keinginan tersebut disampaikan langsung Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi dalam acara Halal bi Halal & Bedah Buku 20 Tahun Lakpesdam, Kamis (18/11) lalu.

“Kita (Lakpesdam, Red) menyambut baik tawaran kerjasama tersebut”, terang Nasihin, demikian panggilan akrabnya, saat dihubungi melalui ponselnya. Menindaklanjuti tawaran tersebut, dalam waktu dekat (23 November) pihaknya akan mengadakan rapat internal yang salah satu agendanya membahas tawaran kerjasama tersebut.

<>

Namun sebelum keinginan itu diwujudkan, ia berharap kedua belah pihak (baca; Lakpesdan dan Lembaga Bahstul Masail (LBM) harus terlebih dahulu bertemu. Hal itu dilakukan dalam rangka menyatukan persepsi maupun tujuan. Pasalnya, ia tidak mau jika keinginan itu tidak jelas maksudnya.

Ia ingin dalam pertemuan tersebut dapat diketahui apa yang sebetulnya dikehendaki. Misalkan pada persoalan format ataupun konsep, pendekatan (metode) yang nanti akan digunakan dalam bahsul masail tersebut, out put yang diinginkan apa, termasuk juga, persoalan yang akan dibahas apa saja.

“Jadi, sebelum mewujudkan niat baik itu itu, ayo kita kumpul dulu, duduk bareng dulu. Kita bicarakan bersama-sama bagaimana maunya. Artinya, sampai sejauh ini kan masih belum jelas. Kita bicarakan dulu, maunya LBM bagaimana, maunya Lakpesdam bagaimana,” papar Nasihin.

Hal itu, imbuh Nasihin bukan sesuatu yang tidak beralasan. Pasalnya, selama ini kedua pihak mempunyai pandangan dan metode yang berbeda dalam menyikapi sebuah persoalan. Artinya, di satu sisi LBM yang diwakili oleh para kiai, dalam menyikapi sebuah persoalan menggunakan metode fikih saja. Tapi di pihak yang lain, Lakpesdam yang diwakili oleh sebagian besar kaum muda juga mempunyai metode dan pendekatan yang berbeda. Pendekatan mereka lebih komprehensif dan tidak terpaku pada satu disiplin ilmu saja.

“Itu kan persoalan juga. Makanya kita ingin, dalam membahas sebuah persoalan, tidak hanya menggunakan satu metode saja. Misalkan persoalan kemiskinan, kurang tepat kalau hanya menggunakan pendekatan fikih saja. Idealnya kita bahas bagaimana dari perspektif ekonomi, dari politik, hukum, budaya, dll. Pak Hasyim (Muzadi, Red) sendiri kan juga ingin seperti itu”, papar Nasihin bersemangat.

Meski demikian, jika kedua pihak yang berbeda pandangan tersebut bersatu, ia yakin forum tersebut akan menjadi kekuatan tersendiri bagi NU. “Kalau memang kedua pihak ini bersinergi bagus sekali. Itu akan menjadi kekuatan tersendiri bagi NU,” terangnya.

Selain itu ia menambahkan bahwa dalam forum tersebut juga harus ada pemilahan persoalan mana persoalan yang bersifat nasional dan mana yang bersifat lokal. Artinya, kalau ada persoalan yang bersifat lokal, lebih tepat dibahas oleh forum lokal, begitu juga sebaliknya.

Saat ini, menurut Nasihin, memang banyak persoalan umat yang perlu disikapi. Ia menyebut setidaknya 3 hal, antara lain persoalan korupsi, terorisme dan kemiskinan. Persoalan tersebut harus segera disikapi. NU sebagai organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia, menurut Nasihin jangan sampai ketinggalan. Ia tidak ingin NU hari ini masih berkutat pada persoalan halal dan haram.

“Organisasi seperti NU harus selalu merespon setiap perkembangan yang terjadi di lapangan. Kita sebagai bagian di dalamnya tidak ingin NU (baca; PBNU, Red) tidak tahu bagaimana persoalan yang sedang dihadapi umatnya, warga nahdliyyin. Jadi tidak cuma bicara soal halal-haram melulu”, imbuh Nasihin menutup pembicaraan. (rif)