Warta

Menag: Kebebasan Beragama Ada Batasnya

Jumat, 22 Mei 2009 | 22:17 WIB

Denpasar, NU Online
Kebebasan melaksanakan agama di Indonesia dijamin Undang-Undang Dasar. Tetapi, kata Menteri Agama Maftuh Basyuni, kebebasan itu ada batasnya, yakni dibatasi pelaksanaan agama oleh umat lain dan juga Undang-Undang (UU).

"Kalau masing-masing umat memahami batasan-batasan itu, maka benturan dapat dihindarkan dan keutuhan negara dapat dipertahankan," kata Menag.<>

Hal itu dikemukakan Menag di Denpasar, Bali, Jumat (22/5), dalam acara silaturrahmi dan dialog antara Menag dengan tokoh-tokoh umat Islam di Bali. Hadir dalam acara itu Kakanwil Depag Provinsi Bali, IGAK Sutayasa, Ketua MUI Bali KH Hasan Ali BA dan pimpinan sejumlah Ormas Islam Provinsi Bali.

Dikatakan Menag, peran umat beragama di Indonesia sangat penting dan pemeluknya diberi kebebasan untuk melaksanakan agamanya masing-masing. Masalahnya, masih ada sebagian umat yang melaksanakan kegiatannya tanpa memperhatikan pemeluk agama lain.

"Mereka melakukan kegiatan, yang tujuannya mengajak pemeluk lain mengikuti mereka. Ini bisa menimbulkan masalah," katanya.

Namun ia mengaku bersyukur, sudah ada keputusan bersama Menag dengan Menteri Dalam Negeri, yang mengatur kegiatan berdakwah umat beragama, sehingga kebebasan yang dimiliki tetap ada batasnya. Menag berharap keputusan bersama dua menteri itu kelak bisa menjadi UU.

Menag menyebutkan, dalam Islam berdakwah adalah suatu kewajiban, walaupun hanya mengetahui satu ayat. Tetapi, dalam berdakwah, banyak tantangannya, termasuk yang diajak menolak untuk mengikuti dakwah itu. Mendapat penolakan itu, lanjut Menag, seorang dai tidak boleh marah. "Karena tugas seorang dai hanya mengajak, sedangkan hasilnya adalah urusan Allah."

Menjawab pertanyaan tentang pelaksanaan haji dan kuota yang diberikan bagi umat Islam di Bali, Maftuh menyebutkan penentuan kuota sudah sesuai dengan kaidah yang diberikan Organisasi Konferensi Islam, yakni masing-masing negara sebesar satu per mil dari jumlah penduduk muslim. Indonesia, lanjutnya, memperoleh kuota sebesar 189 ribu orang.

Soal peningkatan kuota haji, dikatakan Menag, bisa saja diperjuangkan, tapi dia tidak mau melakukannya. Karena akibatnya adalah Depag yang nantinya akan dimaki-maki masyarakat, karena pelayanan yang diberikan bisa kurang maksimal, terutama masalah pemondokan. "Tetapi dengan kuota yang diperoleh sekarang, soal pemondokan sudah bisa teratasi," katanya.

Sebenarnya, kata Menag, menangani masalah haji sangat mudah, karena Indonesia memiliki perangkat yang lengkap untuk mendukung kegiatan haji. Yang menjadi masalah adalah bila ada oknum-oknum yang kotor dan sengaja merusak tatanan yang ada. (rep)