Warta

MUI: Aliran Sesat Rekayasa Intelijen

Sabtu, 3 November 2007 | 08:08 WIB

Jakarta, NU Online
Selain Nahdlatul Ulama (NU), Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menilai bahwa munculnya sejumlah aliran sesat yang marak belakangan ini merupakan rekayasa intelijen. MUI pun menduga, kemunculan aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah merupakan salah satu konspirasi intelijen.

"Jangan-jangan ini kerjaan intelijen yang mengadu domba umat Islam. Termasuk juga, ini dimunculkan terkait agenda menjelang Pemilu 2009," ujar Sekretaris Umum MUI Ichwan Sam saat menjadi pembicara dalam dialog 'Trijaya FM' di Warung Daun, Jl. Cikini Raya, Jakarta, Sabtu (3/11).<>

Menurut Ichwan, dugaan adanya keterlibatan intelijen dalam kelompok Al-Qiyadah Al-Islamiyah itu terlihat dari kapabilitas dari tokoh aliran itu yang mengaku sebagai rasul. "Ini patut diduga, ada apa di balik itu? Ada banyak soal. Ketika ada orang mengaku rasul, sejak kecil harusnya rasul itu sudah terlihat, dia harus ma'sum (terjaga-Red)," kata dia.

Sebelumnya, Ketua Pengurus PBNU KH Said Aqil Siroj mengatakan, munculnya sejumlah ‘aliran sesat’ bukan murni persoalan agama atau perbedaan penafsiran terhadap agama. Melainkan merupakan ulah dan rekayasa intelijen asing, khususnya intelijen negara-negara Barat.

“Saya curiga, kayaknya memang ada big design (rekayasa besar, Red) dari negara-negara Barat untuk mengacaukan Indonesia,” kata Kang Said—begitu panggilan akrabnya—usai berbicara pada Halal bi Balal yang digelar Keluarga Besar Lembaga Dakwah Islam Indonesia di Pondok Pusat LDII, Burengan, Kediri, Jawa Timur, akhir pekan lalu.

Hal yang menjadi dasar Kang Said atas rekayasa intelijen asing itu, karena beberapa aliran sesat tersebut selalu mempersoalkan masalah-masalah, seperti, salat wajib, zakat dan haji, bukan lagi masuk wilayah perbedaan sebagai rahmat. “Sudah masuk wilayah al-‘adawah (permusuhan)’,” tandasnya.

Pendapat serupa dikatakan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi. Menurutnya, fenomena maraknya aliran sesat tersebut, terang Presiden Worl Conference on Religions for Peace itu, mengingatkan akan periode pertama munculnya Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia pada 1964 hingga awal 1965. (rif)