Warta Konferensi Rekonsiliasi Sunni-Syiah

Pasukan Pendudukan Diganti Pasukan Perdamaian

Selasa, 3 April 2007 | 16:18 WIB

Bogor, NU Online
Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi berharap agar pasukan pendudukan yang dipimpin oleh Amerika Serikat segera hengkang dari bumi Irak sebagai bagian dari penyelesaian konflik.

“Yang paling penting memang merapikan hubungan intern Sunni-Syiah, baru kemudian menghadapi penjajahan. Selanjutnya penerikan pasukan AS dan sekutunya juga sangat perlu dan diganti dengan pasukan perdamaian,” tuturnya ditengah-tengah acara konferensi rekonsiliasi Sunni-Syiah di Bogor, Selasa.

<>

Meskipun konferensi ini bertema “International Conference of Islamic Leaders for Reconciliationin Iraq” tetapi kiai Hasyim menjelaskan bahwa konferensi ini juga membahas masalah perdamaian di Timur Tengah secara umum.

“Yang kita tuju adalah mendorong rekonsiliasi Palestina, keamanan di Lebanon Selatan dan rekonsiliasi di Irak. Yang paling berat rekonsiliasi di Irak,” tuturnya.

Sekjen International Conference of Islamic Scholars tersebut menjelaskan, upaya untuk membangun rekonsiliasi di Palestina saat ini sudah mulai menampakkan hasilnya dengan adanya kesepakatan antara Hamas dan Fattah. Keamanan di Lebanon Selatan juga sudah mulai bisa ditangani oleh fihak militer. Namun persoalan di Irak dianggapnya paling rumit.

Menurut analisisnya terdapat lima factor yang menjadikan Irak menjadi negeri yang hancur. Yang pertama tentunya disebabkan oleh agresi Amerika Serikat yang telah menghancurkan segalanya.
 
Faktor kedua menurutnya adalah saat ini Irak diperintah oleh pemerintahan boneka yang kurang memiliki legitimasi dalam masyarakat sehingga banyak kelompok yang memberontak karena pemerintah dianggap sebagai kaki tangan kepentingan asing.

Faktor ketiga, saat ini masih banyak sisa-sisa kekuatan Saddam Hussein dari masa lalu yang turut menimbulkan kekacauan. Fihak asing juga dianggapnya turut campur tangan. Mereka ingin afiliasinya yang bertempur di Irak menang sehingga tak segan-segan memfasilitasi uang dan senjata yang dibutuhkan.

Situasi yang kaca balau ini selanjutnya dimanfaatkan oleh para pelaku kriminal untuk keuntungan pribadinya. “Nah ditengah-tengah ini, Amerika berusaha mengeksploitasi perbedaan antara Sunni dan Syiah menjadi menjadi permusuhan. Perbedaan itu ada sejak dahulu, tetapi sudah berabad-abad hidup rukun, nah sekarang ini perbedaan diproses menjadi permusuhan,” tegasnya.

Sayang sekali Indonesia melepas momentum penting dengan menyetujui resolusi 1747 mengenai nuklir Iran sehingga dianggap berfikah sehingga dianggap tidak bisa membuat resolusi secara jujur. Padahal inilah persyaratan yang diminta oleh para ulama Sunni dan Syiah yang rencananya hadir dalam pertemuan untuk rekonsiliasi di Indonesia. (mkf)