Pengurus Besa Nahdlatul Ulama (PBNU) menjalin kerjasama dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam rangka mensosialisasikan Undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Penandatanganan nota kesepakatan tersebut dilakukan oleh KH Said Aqil Siradj yang mewakili PBNU dan Prof Dr Tresna Priyana Soemardi sebagai ketua KPPU di kantor KPPU, Rabu (8/12).<>
Kerjasama tersebut meliputi pendidikan, advokasi dan pertukaran informasi antara keduabelah fihak. Dalam hal ini, nantinya akan dilakukan sosialisasi tentang pentingnya anti monopoli dalam kegiatan ekonomi pada lembaga pendidikan yang dimiliki NU dan pemberiam pemahaman dilingkungan pengurus NU di berbagai tingkatan.
Kedua belah fihak juga akan bertukar informasi tentang adanya praktek monopoli dan memperkenalkan pelaku usaha ekonomi yang dimiliki NU. Kerjasama yang berlangsung tiga tahun dan dapat diperpanjang ini dibiayai bersama sesuai dengan proporsinya.
KH Said Aqil dalam sambutannya sangat senang dengan dilibatkannya NU dalam sosialisasi UU tersebut. Keterlibatan ormas Islam dinilainya sangat tepat, belajar dari pengalaman orde baru yang melakukan sosialisasi P4 secara top down yang akhirnya menemui kegagalan.
Mengenai monopoli, ia mengutip sebuah hadist bahwa monopoli adalah perbuatan syaitan. “Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli yaitu air, api dan rumput. Ini juga ditetapkan di UUD 1945, tetapi kini semuanya sudah dilanggar,” katanya.
Upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, yang salah satunya melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) sejauh ini belum menyentuh masyarakat karena yang mampu mengakses hanya kelompok ekonomi menengah.
“Kalau kreditnya sampai 100 juta, yang bisa mengambil hanya Pak Haji sementara orang kampung tak bisa. Karena itu, harus diturunkan menjadi 10 juta agar pedagang bakso dan usaha kecil lainnya bisa mengakses,” paparnya.
Sementara itu Tresna Priyana menjelaskan lembaganya memiliki tugas agar kegiatan ekonomi berjalan dengan sehat dan efisien dengan menghindari adanya praktek monopoli yang merugikan konsumen.
Salah satu penyebab adanya krisis Indonesia 1998 lalu diantaranya karena adanya ekonomi biaya tinggi, inefisiensi, monopoli, dan penggunaan posisi dominan.
“Konsumen akan diuntungkan jika ada efisiensi karena akan memperoleh harga wajar,” katanya.
Diantara keberhasilan yang berhasil dicapai KPPU adalah penetapan biaya SMS secara wajar, yang sebelumnya para operator telekomunikasi melakukan kebijakan kartel dan membuka persaingan yang sehat di industri penerbangan yang akhirnya menjadikan biaya penerbangan lebih terjangkau pada banyak orang.
Konsep persaingan yang sehat, kata Tresna Priyana, juga sesuai dengan ajaran Islam yang mendorong agar modal tidak hanya berputar dikalangan orang kaya saja. (mkf)
Terpopuler
1
Kolaborasi LD PBNU dan LTM PBNU Gelar Standardisasi Imam dan Khatib Jumat Angkatan Ke-4
2
LAZISNU Gelar Lomba dengan Total Hadiah Rp69 Juta, Ini Link Pendaftarannya
3
Cara Wudhu di Toilet agar Tidak Makruh
4
Gus Yahya Ceritakan Awal Mula Kiai Ali Maksum Merintis Pengajian Kitab di Pesantren Krapyak
5
Hukum Gugat Cerai Suami karena Nafkah Batin
6
Hukum Khatib Tidak Berwasiat Takwa dalam Khutbah Kedua
Terkini
Lihat Semua