Warta

PBNU-Jerman Kerjasama Lestarikan Lingkungan

Rabu, 6 Oktober 2010 | 10:19 WIB

Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan Hanns Seidel Foundation (HSF German) kerjasama untuk pelestarian lingkungan melalui pertanian dan pendidikan yang ditangani oleh Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU PBNU) untuk lima tahun ke depan. Kerjasama ini berangkat dari keprihatinan global terhadap iklim yang tidak pasti, tidak jelas akibat rusaknya alam akhir-akhir ini.

“Keprihatinan bersama itulah yang dirasakan bersama oleh PBNU dan German untuk memproteksi pelestrian lingkungan hidup melalui tiga pilar pendidikan kepesantrenan NU," tandas Ketua PBNU Prof. Dr. Mochammad Maksum seusai menerima utusan German Mult Hans Zehetmair dan rombongan di Gedung PBNU Jl. Kramat Raya Jakarta, Rabu (6/10).
>
"Tiga pilar yang dimaksud yaitu pertama, 100 persen tauhid, spiritual. Kedua, toleransi di mana 100 persen NU paling toleran dan ketiga perlindungan terhadap lingkungan bahwa pendidikan pesantren 100 persen untuk keselamatan alam lingkungan,” kata Prof Maksum bersama Sekjen PBNU M. Iqbal Sullam, Ketua PBNU Marsudi Suhud, dan Ketua LPPNU Dr. Ir. Ahmad Dimyati.

Bagi kiai, ulama, pesantren dan NU sejak berdirinya sudah menegaskan akan kepedulian dan berkewajiban untuk menyelamatkan lingkungan tersebut, karena dalam Islam, lanjut Maksum, Umat Islam dilarang merusak lingkungan semesta alam ini. Dalam Al-Quran umat dilarang untuk berbuat kerusakan di muka bumi (syirik) maupun dengan kemaksiatan (ma’ashy).

Karena itu menurut Maksum, kepedulian akan kewajiban untuk pelestarian lingkungan tersebut sudah menjadi trade mark bagi kiai, pesantren dan NU. Tapi, akibat kerakusan dan keserakahan manusia akan materi yang tidak dilandasi dengan spiritualitas tersebut, maka ala mini rusak yang berakibat terhadap ketidakpastian iklim yang memprihatinkan sekarang ini.

Termasuk gerakan penghijauan dengan sejuta pohon yang dilakukan oleh pemerintah dan partai politik selama ini, Maksum menilai itu tidak jelas hasilnya, karena semuanya dianggap sebagai proyek. “Itu pengelolaan alam yang hanya didorong secara materialistik, bukan spiritualitas,” tutur Maksum meyakinkan.(nif)