Warta KRISIS MESIR

PBNU: Penguasa Timteng harus Introspeksi Soal Kekuasaan

Sabtu, 12 Februari 2011 | 10:14 WIB

Jakarta, NU Online
Jatuhnya Hosni Mubarak setelah hampir 30 tahun berkuasa di Mesir melalui demonstrasi jalanan harus menjadi introspeksi para penguasa di negara-negara Timur Tengah (Timteng) yang mengendalikan kekuasaannya dengan cara yang serupa. Kekuasaan harus dibatasi atas tidak menimbulkan korupsi dan memotong generasi.

“Agar pengalaman Mesir tak terulang, penguasa Timteng harus introspeksi. Lebih baik melakuan reformasi sendiri daripada dipaksa turun oleh rakyat,” kata Ketua PBNU H Iqbal Sullam di Jakarta, (12/2). />
Perubahan di Timur Tengah menurutnya tak akan terhindarkan karena telah terjadi perubahan sosial terutama dalam aspek peningkatan pendidikan dan kesejahteraan sehingga adanya keinginan besar masyarakat untuk lebih berpartisipasi dalam urusan publik dan negara.

“Upaya reformasi yang dilakukan secara terencana dan rapi di negara-negara yang belum tersentuh perubahan tak akan menimbulkan gejolak sosial atau korban jiwa yang tak perlu sebagaimana terjadi di Mesir dan Tunisia,” terangnya.

Iqbal yakin bahwa masyarakat Mesir akan dapat menjalani reformasi dengan baik mengingat secara pendidikan, masyarakat Mesir sudah cukup maju. Para intelektualnya banyak menjadi pengajar di berbagai universitas di Timur Tengah, maju dalam bidang iptek, apalagi dalam bidang keagamaan.

Mesir menghasilkan para tokoh dunia, dua diantaranya merupakan peraih Nobel, Sekjen PBB Boutros Boutros-Ghali, dan El Baradai, Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), yang juga tokoh oposisi saat ini.

Ia berharap Mesir dapat belajar dari pengalaman reformasi di Indonesia yang menjatuhkan rezim Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun. Tak semua yang diimpikan ketika memperjuangkan reformasi tercapai, bahkan ada hal-hal yang situasinya lebih buruk.

Mengenai ketakutan masyarakat dunia akan berkuasanya Ikhwanul Muslimin (IM) yang diidentikkan dengan Islam garis keras, Iqbal berpendapat (IM) menjadi keras karena dibawah tekanan militer. Ini berbeda dengan Islam garis keras di Indonesia yang memaksakan idenya dengan cara kekerasan, meskipun terbuka kesempatan bagi mereka untuk mendirikan partai untuk menyampaikan aspirasi dan pendapatnya.

“Kalau IM mengikuti pemilu dan menang secara jujur dan adil, semuanya harus terima,” tandasnya.

Bagi para mahasiswa yang belajar di Mesir, perubahan politik ini dapat diamati dan dijadikan pelajaran berharga, meskipun tak terlibat langsung didalamnya. (mkf)