Warta

Pejabat Publik harus Bersih dari Indikasi Perbuatan Tercela

Senin, 13 November 2006 | 09:04 WIB

Jakarta, NU Online
Upaya untuk menjadikan para tokoh publik sebagai teladan bagi masyarakat menjadi salah satu faktor penting dalam perbaikan pemerintahan di Indonesia. Namun, perjuangan tersebut masih panjang. Komisi Yudisial yang bertugas menyeleksi para calon hakim agung masih meloloskan Ahmad Ali yang kini masih berstatus sebagai tersangka sebagai salah satu kandidat.

“Para pemimpin publik harus bersih dari indikasi penyimpangan. Mereka harus menjadi contoh bagi masyarakat,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Syaiful Bahri Anshori kepada NU Online, Senin.

<>

Dikatakannya, upaya untuk hanya menempatkan orang-orang yang bersih dalam jajaran pemerintahan merupakan salah satu upaya untuk memberantas perilaku korupsi di Indonesia. “Jika ada public figure terindikasi korupsi, mereka harus mengundurkan diri, kalau perlu harus dinon-aktifkan. Pemerintah harus adil dalam hal ini, tidak boleh tebang pilih” imbuhnya.

Pada 20 September 2006 lalu, Ahmad Ali ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi di Universitas Hasanuddin Makassar dalam kasus penerimaan negara bukan pajak dan memalsukan surat perjalanan dinas. Tindakan korupsi tersebut dilakukannya saat ia masih menjabat sebagai dekan fakultas hukum Universitas Hasanuddin Makassar 1999-2001 dengan nilai 250 juta.

Sejauh ini, pemerintahan SBY-JK mendapat sorotan dari masyarakat karena upaya pemberantasan korupsi masih dilakukan secara tebang pilih. Beberapa tokoh yang terlibat korupsi diadili secara cepat dan dihukum berat, tapi terdapat pula tokoh yang seolah-olah tak tersentuh oleh hukum.

Pemerintah memberikan perlakuan yang berbeda pada Abdullah Puteh dan Ali Mazi, meskipun keduanya sama-sama gubernur yang menjadi tersangka korupsi. Dalam kasus korupsi di KPU, Hamid Awaluddin masing tenang-tenang saja meskipun para saksi telah menyatakan terdapat kebohongan publik yang dilakukannya. (mkf)