Jakarta, NU Online
Dalam indek persepsi korupsi yang dikeluarkan oleh Transparansi Internasional untuk tahun 2006, posisi Indonesia mengalami perbaikan, dari 2.2 menjadi 2.4 dan dari peringkat 137 menjadi 130 dari 163 negara yang disurvey.
Program Manager Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Nahdlatul Ulama (GNPK NU) Syaiful Bahri Anshori mengungkapkan bahwa perbaikan tersebut harus disyukuri meskipun terkesan cukup lambat. “Ini harus menjadi instrospeksi bagi bangsa Indonesia. Pemberantasan korupsi harus lebih cepat karena kalau lambat, semakin menyengsarakan bangsa,” tandasnya ketika dihubungi NU Online, Kamis.
<>Dikatakannya bahwa upaya serius untuk pemberantasan korupsi memang baru akhir-akhir ini dijalankan. Lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diharapkan menjadi pendobrak pemberantasan korupsi juga baru dibentuk. Disisi lain, korupsi di Indonesia sudah lama berjalan dan menjadi kebiasaan masyarakat.
“Kita butuh waktu untuk melaksanakan pemberantasan korupsi. Perlu ada pendidikan tentang bahayanya korupsi dan dilakukannya reformasi birokrasi,” tuturnya tentang strategi yang harus dilakukan dalam memberantas korupsi.
Pada masa lalu, korupsi sudah dianggap sebagai hal yang biasa dan masyarakat cenderung permisif. Untuk itu diperlukan penyadaran kembali betapa berbahayanya korupsi bagi kelangsungan hidup bangsa ini. Upaya tersebud dapat dilakukan melalui pendidikan anti korupsi kepada masyarakat.
Aspek reformasi birokasi juga menjadi salah satu kunci penting bagi pengurangan korupsi di Indonesia. Harus diakui Indonesia masih sangat lemah dalam hal ini. “Belum ada perubahan di tingkat departemen karena birokrasi masih gemuk. Ini menjadi peluang besar bagi timbulnya korupsi karena dana terbesar yang menjadi lahan korupsi berada di birokrasi,” tambahnya.
Akibat birokrasi yang gemuk dan tidak transparan tersebut, berbagai proyek dan tender yang diselenggarakan oleh pemerintah guna kepentingan pembangunan menjadi lahan empuk bagi para koruptor untuk menggerogoti uang rakyat.
Mantan Ketua Umum PB PMII tersebut sangat setuju dengan langkah Gus Dur waktu menjadi presiden dengan mengurangi sejumlah departemen pemerintah yang dianggap rancu atau tidak perlu. Sayang kondisi saat itu belum kondusif sehingga langkah tersebut tidak behasil. Saat ini bahkan terdapat kecenderungan birokrasi yang kembali gemuk seperti masa orde baru.
“Dirjen-dirjen di berbagai depertemen tak perlu terlalu banyak, demikian juga perlu adanya pengurangan personel birokrasi, banyak yang tidak jelas pekerjaannya. Ini sangat penting untuk efisiensi birokrasi,” tuturnya.
Salah satu hasil yang nampak dalam upaya pemberantasan korupsi adalah dalam pelaksanaan proyek pemerintah sekarang sudah ada perubahan yang lebih baik. “Paling tidak saat ini sudah ada kecenderungan dari para birokrat untuk takut menjadi Pinpro. Mereka menjadi lebih hati-hati, tapi praktek dibawah meja masih terjadi,” imbuhnya. (mkf)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
250 Santri Ikuti OSN Zona Jateng-DIY di Temanggung Jelang 100 Tahun Pesantren Al-Falah Ploso
Terkini
Lihat Semua