Warta

Pengembangan Pemikiran NU Harus Sejalan dengan Khithah

Jumat, 3 November 2006 | 01:32 WIB

Jember, NU Online
Agar kader Nahdlatul Ulama (NU) menjadi kreatif maka pengembangan pemikiran di kalangan kader NU harus terus dikembangkan. Demikian keterangan Kiai Muchith Muzadi kepada NU Online, Jum’at (3/11).

Namun pengembangan tersebut haruslah tetap berada pada jalur khithah. Dengan demikian para kader NU tidak terjerumus pada cara berpikir liberal, sebuah cara berpikir yang tidak memiliki patokan.

<>

Pernyataan itu sekaligus sebagai dukungan atas berkembangnya usaha sekelompok generasi muda yang ingin  mengembangkan fikrah nahdliyah sesuai dengan tradisi NU. Kelompok ini menilai bahwa NU akan mampu mengembangkan pemikiran kreatif dan orisinal bila berangkat dari tardisi dan sejarahnya sendiri.

Sementara pemikiran yang hanya berpijak pada tradisi luar akan mengalami kemandegan bahkan kebuntuan, sebab tidak meiliki akar.

“Hal itulah yang melahirkan liberalisme yang akhirnya menemui jalan buntu dan akhirnya bersikap sangat oportuinistik dalam berpikr, sehingga bisanya hanya menjalankan agenda orang lain,” kata Kiai Muchith.

Kiai Muchid juga menyambut sangat baik terbitnya buku “NU Studies” karya Ahmad Baso yang menurutnya bisa dijadikan landasan bagi kajian NU. Hanya saja menurut Kiai kelana itu, buku tersebut perlu dibuatkan ringkasaannya yang sederhana, sehingga bisa menjadi semacam tuntunan praktis bagi siapa saja yang melakukan kajian NU.

Menurut kakak kandung KH. Hasyim Muzadi itu buku “NU Studies” sangat berat terutama dari segi bahasa sehingga tidak banyak yang mampu memahaminya. “Rata-rata pengurus NU akan kesulitan memahami buku tebal tersebut,” katanya.

“Kalau saya masih sehat seperti dulu, tentu saya akan membuat khasiah atau iskhtisar buku tersebut biar bisa dibaca semua kalangan. Dengan adanya pedoman berpikir lurus dan sekaligus kritis itu pemikiran NU bisa terus berkembang, dalam alur perkembangan yang sesuai dengan NU dan tidak bertentangan dengan prinsip Islam,” kata kiai Muchith.

Hal itu akan terjadi bila kader NU percaya diri dengan khazanah keilmuan dan tradisi yang dimiliki. Ketika para kader muda telah berani mengembangkan pemikiran berdasarkan sejarah dan tradisinya sendiri berarti para kader NU telah memiliki keprcayaan diri. Itu berarti mereka telah menemukan jati diri, menemukan identitas pemikiran dan berani menyampaikan kepada siapa saja.

Satu-satunya murid Hadratus Syeikh Kiai Hasyim Asy'ary yang masih hidup itu juga mengingatkan agar landasan berpikir seperti yang telah diletakkan oleh Kiai Hasyim Asy’ari dalam Qonun Asasi maupun Kiai Ahmad Shiddiq dalam Fikrah Nahdliyah nya perlu tetap dijadikan landasan utama. Dari situ perlu dikembangkan lebih rinci dan lebih mendalam sesuai dengan perkembangan saat ini. (nam)