Jakarta, NU Online
Carut marut yang menimpa TKI yang bekerja di Malaysia perlu diselesaikan dengan duduk bersama dan membentuk sebuah badan bersama atau joint committee yang nantinya menyelesaikan berbagai persoalan secara komprehensif.
Dengan demikian, masalah gaji yang sering dipermasalahkan atau keberadaan TKI bisa terpantau oleh KBRI karena semuanya terdapat database yang akurat sehingga ketika ada masalah bisa segera diselesaikan.
<>Hal ini dikatakan oleh Ketua PBNU Ir. Mustofa Zuhad Mughni dalam Acara Dialog Menata Kembali Hubungan Indonesia Malaysia yang diselenggarakan oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Jakarta, Kamis (4/10).
Permasalahan TKI menjadi perhatian PBNU karena banyak diantara mereka yang menjadi korban adalah nahdliyin. Baik Indonesia maupun Malaysia sama-sama perlu akan keberadaan TKI sehingga penyelesaian yang diperlukan haruslah win-win.
Jika terdapat badan bersama, Cak Mus yakin perbankan nasional akan bersedia membiayai keberangkatan TKI yang selama ini banyak mengalami kesulitan dalam pembiayaan yang nantinya bisa diangsur lewat pemotongan gaji.
Persoalan lain yang mengemuka adalah tentang batas wilayah yang dimulai dengan kekalahan Indonesia dalam kasus Sipadan dan Ligitan yang kemudian menyangkut masalah Ambalat yang sampai sekarang belum selesai.
Ke depan, Cak Mus berharap hubungan kedua negera ini tetap baik. “Jangan sampai ada kampanye “Ganyang Malaysia seperti masa lalu, para ulama kita dulu bingung masa kita disuruh perang sesame Islam, apapun alasannya seperti neo kolonialisme,” katanya.
Sementara itu Dubes Malaysia Dato’ Zainal Abidin Zain juga mengakui banyak persoalan TKI yang harus diselesaikan bersama. Pemalsuan umur, dokumen kesehatan sampai perbedaan bahasa turut menjadi kendala.
Dikatakannya orang Indonesia yang bekerja di Malaysia bukan hanya TKI, tetapi juga banyak tenaga ahli. Banyak juga tenaga kerja ahli Indonesia yang bekerja di Petronas dan industri lain yang selama ini kurang diekspos.
Zainal berharap berbagai masalah yang saat ini dihadapi tidak menghantui hubungan kedua negara yang sudah berjalan selama 50 tahun. Menurutnya, hubungan Indonesia dan Malaysia adalah perlombaan marathon sebagai satu tim yang membutuhkan strategi dan stamina yang tak mungkin meniadakan yang lainnya.
Direktur Asia Timur dan Pasifik Yuri O. Thamrin menuturkan dalam 50 tahun hubungan Indonesia-Malaysia, terdapat empat tahapan yang sangat dinamis. Tahap pertama antara tahun 1957-1967 hubungan ini sangat antagonistik, bahkan terdapat kampanye “Ganyang Malaysia. Tahun 1967-1980 hubungan kedua Negara sangat harmonis, tahun 1980-2003 ada dilemma persaingan dan mulai 2003- sekarang mulai mengalami ketegangan-ketegangan.
Dikatakannya bahwa Indonesia akan bersikap tegas dalam berbagai masalah dengan Malaysia. Untuk itu diperlukan diplomasi yang tegas, konsisten, solid dan kompak.
Terkait dengan potensi hubungan dimasa depan, Ketua Umum PB PMII Hary Haryanto Azyumi mengungkapkan bahwa pemuda memiliki peran penting dalam mengembangkan hubungan yang lebih baik diantara dua negera ini di masa yang akan datang. (mkf)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
250 Santri Ikuti OSN Zona Jateng-DIY di Temanggung Jelang 100 Tahun Pesantren Al-Falah Ploso
Terkini
Lihat Semua