Warta

Resolusi Pesantren Mulai Mendapat Dukungan

Jumat, 28 Oktober 2005 | 05:48 WIB

Semarang, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hamidiyah, Lasem, Rembang, KH Achmad Thoyfoer MC, mengajak seluruh pondok pesantren di Provinsi Jateng untuk mendukung sekaligus menyosialisasikan butir-butir resolusi pesantren. Resolusi itu dideklarasikan di gedung PBNU Jakarta, 22 Oktober 2005. "Isi resolusi pesantren sangat positif. Karena itu, kita semua perlu mendukungnya," katanya kepada wartawan di Semarang, Jum'at (28/10).

Resolusi pesantren itu dideklarasikan dalam rangka memperingati resolusi jihad yang pernah digelorakan KH Hasyim Asy'ari (pendiri NU), 22 Oktober 1945. Langkah ini sebagai upaya untuk membakar semangat jihad umat Islam dalam melawan penjajah.

<>

Dia menjelaskan, deklarasi resolusi pesantren tersebut dihadiri kalangan pesantren besar seperti Pondok Lirboyo, Tebu Ireng, Tambak Beras, Den Anyar, Darul Najah, Darul Hikmah, Darul Ulama, Nurul Zadid, Math'laul Anwar, dan Al-Masturiyah. Bunyi resolusi pesantren itu adalah menolak ketergantungan berbagai paham dan pemikiran kolonial yang menyengsarakan rakyat.

Selain itu, melawan sekuat tenaga berbagai tindak pemaksaan atas pandangan berbagai paham kolonial melalui pendidikan dan lainnya, mendorong pemerintah menasionalisasikan sektor strategis negara yang dikuasai asing guna dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk rakyat, serta menyerukan umat Islam untuk kembali menjalankan hidup zuhud dengan mengurangi ketergantungan pada asing dan selalu mengutamakan produk dalam negeri

Pernyataan Wapres

Saat menanggapi pernyataan Wapres Jusuf Kalla bahwa pemerintah akan mengawasi dan membatasi pesantren dalam rangka untuk menekan teroris di Indonesia, Thoyfoer MC yang juga Ketua DPW PPP Jateng masih meragukan pernyataan itu. Dalam arti, apakah pernyataan itu benar-benar disampaikan Wapres. Jika benar, berarti pemerintah akan berhadapan dengan 17.000 pesantren di Indonesia.

Thoyfoer mengatakan, pernyataan Jusuf Kalla masih perlu diklarifikasi. Di sisi lain, bila pemerintah akan mengawasi dan membatasi pesantren pun, dia selaku pengasuh Pondok Pesantren Al-Hamidiyah mengatakan tidak berkeberatan. "Silakan, buktikan apakah pesantren itu sarang teroris, apalagi pesantren di bawah naungan NU, justru selama ini tidak pernah mengajarkan bom bunuh diri," katanya.

Namun, bila ada segelintir pesantren yang dicurigai mencetak teroris, maka tidak bisa digeneralisasi bahwa 17.000 pesantren di Indonesia mencetak teroris. Apalagi yang disebut teroris itu ternyata hanya alumnus pondok pesantren, maka kasihan pondoknya kalau diikut-ikutkan. Sebab yang namanya teroris juga banyak dari alumnus perguruan tinggi. "Apa lantas perguruan tinggi tersebut harus diawasi dan dibatasi," ujarnya.

Ketua PC NU Kabupaten Magelang KH Achmad Said Asrori meminta Wapres Yusuf Kalla untuk memohon maaf kepada umat Islam. Karena menganggap pesantren menjadi sarang teroris. "Mestinya jangan berkata begitu. Tunjuk saja pesantren mana yang dipakai untuk mendidik teroris," katanya kemarin dalam silaturahmi dan buka puasa warga NU Kabupaten Magelang.

Menurutnya, sepanjang sejarah tidak pernah ada pesantren berbuat kerusakan. Dalam kaidah yang dijadikan pegangan di pesantren, jangan berbuat kerusakan karena akan berbuah kerusakan. Lagi pula, dalam Islam tidak dikenal kata teroris. Kalau memang ada teroris di pesantren hendaknya dibina, diarahkan, dan dibenahi agar tidak menjadi teroris. (sm/cih)