Warta

Setahun Tsunami, Rekonstruksi Sarana Pendidikan Kurang Dapat Tanggapan Donatur (2)

Rabu, 4 Januari 2006 | 02:55 WIB

Jakarta, NU Online
Tahun 2005 bisa dibilang tahun kelabu bagi bangsa Indonesia. Belum hilang dari ingatan musibah dahsyat yang menimpa Aceh, bangsa ini kembali diguncang gempa dahsyat tepatnya terjadi di Nias, yaitu pada bulan Maret lalu. Masyarakat Nias pun kembali dirundung duka mendalam. Lalu, apa yang dilakukan Nahdatul Ulama (NU) terkait musibah bertubi-tubi tersebut?

Penulis mencatat, ada beberapa bidang yang dilakukan Komite Penanggulangan Bencana (KPB-NU) untuk membantu korban tsunami dan gempa di tanah rencong tersebut. Pertama, Bidang Pendidikan. Bentuk kegiatan itu di antaranya berupa pengiriman relawan guru agama (ustadz) yang berasal dari berbagai pondok pesanten di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.

<>

Sebetulnya target pengiriman ustadz ke daerah bencana itu mencapai 500 orang, namun baru dapat direalisasikan 115 orang karena berbagai kendala teknis, termasuk keterbatasan anggaran dan format pengelolaan program pengiriman guru. Hingga saat ini permohonan untuk melanjutkan program pengiriman guru tersebut masih tetap mengalir dari Aceh maupun Nias, termasuk guru Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan Matematika.

“Termasuk juga permohonan pengiriman santri dari daerah bencana ke pusat-pusat pendidikan di luar Aceh dan Nias, seperti pesantren di Jawa. Permintaan serupa juga datang dari wilayah ‘Aceh pedalaman’, seperti Aceh Tengah dan Aceh Tenggara, di mana umat Islam masih merupakan kelompok minoritas, yakni sekitar 35-40 persen dari total penduduk,” kata Mabroer M.S.

Selain mengirim para guru, KPB-NU juga menyalurkan beasiswa kepada anak-anak usia sekolah di Aceh dan Nias, Sumatra Utara yang menjadi korban bencana gempa tektonik dan gelombang tsunami. Hingga saat ini, KPB-NU baru bisa menyalurkan bantuan pendidikan berupa beasiswa sebesar Rp100 ribu per bulan untuk tiap santri. Sedangkan santri yang mendapatkan beasiswa tersebut berjumlah 1.100 santri yang terbagi ke dalam 33 dayah/pondok pesantren. Padahal, sebetulnya jumlah ideal yang seharusnya diberikan kepada anak-anak santri korban tsunami per bulannya mencapai Rp250 ribu hingga Rp300 ribu untuk setiap santri.

Jumlah itu tentu masih sangat terbatas, karena jumlah santri yang seharusnya mendapat santunan melebihi angka 3 ribu santri. Karena berbagai keterbatasan, jumlah santri yang disantuni baru mencapai 1.100 anak saja. Oleh karena itu, merupakan sebuah keniscayaan bagi KPB-NU untuk selalu berikhtiar (berusaha) meningkatkan intensitas mobilisasi dana agar dapat segera menutup berbagai kekurangan tersebut.

Lebih dari itu, KPB-NU juga sudah sepatutnya mempertimbangkan adanya pengembangan bentuk beasiswa yang semula bersifat konsumtif menjadi beasiswa bergulir yang bersifat investatif, yaitu berupa pengembangan ekonomi yang hasilnya diperuntukkan untuk beasiswa.

KPB-NU juga melakukan rekonstruksi berbasis dayah. Terkait dengan itu, Program yang saat ini tengah berjalan adalah membangun kembali Dayah Babus Sa'adah di Aceh Besar yang akan dijadikan sebagai salah satu pilot project dayah berbasis NU. Diharapkan, proses pembangunan dayah tersebut akan selesai dalam kurun waktu sekitar 6 bulan, dimulai sejak awal September 2005 lalu. Pembangunan dayah  tersebut kini telah mencapai 60 persen.

Selain membangun dayah di Aceh, KPB-NU juga tengah melaksanakan program rekonstruksi madrasah di Nias yang mengalami kerusakan cukup parah. Sayangnya, upaya KPB-NU itu belum banyak memperoleh perhatian dari para donator. Padahal, jumlah madrasah yang dikelola secara struktural oleh LP Ma’arif itu mencapai 22 buah yang tersebar di 7 Kecamatan dan sebagian dari jumlah tersebut mengalami kerusakan cukup serius.

Bahkan, 16 di antaranya telah rata dengan tanah. Untuk membangun kembali 22 madrasah yang dikelola oleh LP Maarif NU Cabang Nias tersebut, diperkirakan membutuhkan anggaran mencapai Rp3,5 miliar. Namun dari jumlah tersebut, PBNU baru mampu menyalurkan dana Rp35 juta. Itu saja hanya cukup untuk membangun gedung madrasah yang bersifat darurat.

Dana sebesar Rp35 juta tersebut diperoleh KPB-NU dari sumbangan Pengurus Cabang Istimewa NU (PCI-NU) Arab Saudi yang telah diserahkan kepada LP Maarif Cabang Nias. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sudah waktunya PBNU memberikan perhatian lebih serius dan lebih besar pada Nias. Untuk mempercepat pembangunan terkait dengan pembiayaan, KPB-NU mengirim Ketua PCNU Nias, Abdul Majid SE ke Inggris tanggal 15 lalu guna memobilisasi dana.

KPB-NU juga membangun data base santri, dayah (Aceh) dan madrasah (Nias). Sebagai sebuah institusi sosial yang mempunyai orientasi kerja berbasis akuntabilias dan transparansi, kebutuhan untuk memiliki data base merupakan sebuah keniscayaan. Dalam konteks Aceh dan Nias, kebutuhan paling m