Warta

Sistem Ekonomi Syariah Masih Meragukan

Jumat, 26 Mei 2006 | 06:18 WIB

Jakarta, NU Online
Meski usaha-usaha ekonomi berlabel syariah seperti bank syariah, asuransi syariah dan reksadana syariah berkembang pesat di Indonesia, banyak pihak masih meragukan komitmen para “pengusaha syariah” ini dalam mengubah perilaku bisnis di Indonesia. Perbedaan Bank syariah dengan bank konvensional tidak labih dari sekedar pemakaian simbol dan istilah-istilah fikih dan bahasa Arab.

Nada pesimistik itu muncul dalam satu diskusi bertajuk “Perluasan Yurisdiksi Pengadilan Agama; antara Harapan dan Tantangan” yang diadakan oleh Pengurus Pusat Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBHI) NU di gedung PBNU, Jum’at (26/5). Beberapa peserta mempertanyakan kembali fungsi ekonomi syariah dalam membenahi sistem perekonomian Indonesia.

<>

Menanggapi itu, Mutammimul ‘Ula, salah seorang pembicara yang juga anggota Komisi III DPR RI itu justru mengaku optimis. Sepanjang tahun 2005, perbankan syariah mengalami perkembangan signifikan dengan pertumbuhan aset mencapai Rp 20 triliun dibanding tahun 2004yang hanya mencapai Rp 14 triliun. Menurutnya, perkembangan ini adalah optimisme. “Bicara optimis-pesimis itu sangat subyektif,” katanya.

Mutammim menyebut perkembangan perbankan syariah itu sebagai peningkatan “kesadaran” masyarakat akan praktek ekonomi syariah. Dikatakannya, perkembangan ini juga didukung oleh aturan perundang-undangan yang semakin lengkap mengayomi sistem perekonomian syariah.

Sementara itu Rifyal Ka’bah, pengamat ekonomi syariah yang juga menjadi pembicara dalam diskusi itu menyatakan, ekonomi syariah di Indonesia terutama perbankan syariahnya didominasi oleh para pelaku perbankan asing, entah dari Barat, Timur Tengah, atau dari negara-negara tetangga Indonesia sendiri.

“Saya kira ini bukan persoalan keadilan saja, bahwa bank syariah memegang prinsip keadilan, tetapi juga ada unsur paragmatis di sini. Orang-orang asing yang mendominasi bang-bank syariah itu juga ingin mencari keuntungan juga,” kata Rifyal.

Sedianya, diskusi tersebut membincang soal harapan dan tantangan Pengadilan Agama, meyusul terbitnya Undang ndang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Perubahan penting dalam UU itu terdapat dalam pasal 49 poin (i) menyangkut kewenangan Pengadilan Agama menangani sengketa ekonomi syariah. (nam)