Warta PERGURUAN TINGGI NU

STAINU Malang Ingin Santri Bisa Kuliah

Senin, 6 Februari 2012 | 06:17 WIB

Malang, NU Online
Menyertakan Nahdlatul Ulama (NU) sebagai bagian dari nama perguruan tinggi mungkin dianggap dapat membatasi ruang karena seakan hanya spesifik bagi kalangan NU dan pondok pesantren. Namun bagi Rais Syuriyah Pengurus Cabang NU Kabupaten Malang, KH Muh. Mansjur, pemberian nama NU didasari cita-cita ingin membantu para santri atau alumni pondok pesantren yang ingin menempuh jalur pendidikan tinggi. Maka sekolah tinggi yang didirikannya di daerah Karangploso, Malang, dinamai Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Malang.
<>
“Hampir semua sekolah NU baik di tingkat dasar, menengah maupun tinggi tidak mau memakai nama NU. Mungkin ini karena persaingan. Pemberian nama NU seakan-sekan-akan sekolah itu hanya spesifik untuk kalangan NU saja. Namun kata Kiai (KH Muh. Mansjur), kita tetap pakai nama NU,” demikian disampaikan Pujiono Pembantu Ketua  III, kepada NU Online di kampus STAINU Malang, Ahad (5/2).

STAINU Malang baru berdiri pada 2010 lalu dengan membuka dua jurusan, yakni Ekonomi Syari'ah (Fak. Syari'ah) dan Manajemen Pendidikan Islam (Fak. Tarbiyah), dua jurusan yang saat ini diminati dan diharapkan dapat meningkatkan peran para alumni pesantren. Namun sebenarnya proses perkuliahan sudah dimulai pada 2003, bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Tarbiyah (STIT) Raden Rahmat, Kepanjen, Malang.

Selama dua tahun berjalan, dari 160 mahasiswa yang terdaftar di dua angkatan ini banyak juga mahasiswa yang berasal dari kalangan luar NU atau pesantren, bahkan ada yang lulusan dari sekolah Muhammdiyah. Jadi anggapan bahwa STAINU hanya diminati kalangan NU ternyata tidak sepenuhnya benar, dan STAINU akan terus berbenah dalam rangka meningkatkan kualitas di ri di tengah persaingan.

Di luar urusan persaingan, pemberian nama STAINU juga ada untungnya. Dengan memakai nama NU, STAINU Malang lebih bisa bekerjasama dengan pondok-pondok pesantren di Malang dan sekitarnya.

“Kami sering bersilaturahmi dan bersosialisasi ke pondok-pondok pesantren di Malang dan kami disambut baik, karena sangat jelas identitas ke-NU-annya. Banyak pengasuh pesantren dan orang tua santri yang khawatir jika ke-NU-an anaknya hilang ketika masuk perguruan tinggi lain,” kata Pujiono.

Selain materi-materi perkuliahan pada umumnya, di STAINU ini ada materi khusus mengenai Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) atau ke-NU-an yang rencananya akan diajarkan sampai sampai tiga kali, yakni Aswaja 1, 2 dan 3 pada semester II, IV dan VI.

Saat ini STAINU Malang juga berkerjasama dengan Pondok Pesantren Al-Yasini Pasuruan. Pesantren ini mengirimkan 48 mahasiswanya karena izin pendirian perguaruan tinggi yang diajukan hingga saat ini belum keluar, sementara perkuliahan sudah berlangsung dua tahun ini.

STAINU Malang berdekatan dengan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan salah satu universitas NU yang sudah lebih dulu berdiri yakni Universitas Islam Malang (Unisma). Namun secara geografis STAINU terletak di posisi yang cukup strategi di jalan utama dari arah Surabaya atau Malang Kota ke Batu dan Kediri. STAINU berharap diminati oleh para calon mahasiswa dari Kota Batu.

“Di Batu jarang ada madrasah Aliyah (MA), sementara program Paket C digalakkan di sana. Namun yang lebih penting kami ingin memfasilitasi para alumni pesantren di eilayah Batu dan sekitarnya. Banyak alumni pesantren yang tersandung persoalan formalitas,” kata Pujiono.

Menurut Puji, salah satu keinginan STAINU adalah memfasilitasi alumni pesantren yang hanya punya ijazah paket C. Dari seluruh mahasiswa yang terdaftar, sekitar 10 persennya berijazah Paket C. “Intinya kami ingin santri kuliah,” kata Puji.

Para alumni pesantren atau para siswa yang menempuh Paket C umumnya tidak terlalu akrab dengan materi-materi umum, namun para lulusan pesantren mempunyai kemampuan pemahaman ilmu-ilmu keislaman dengan sangat baik, terutama yang berasal dari literatur Arab. Singkatnya, STAINU ini dimaksudkan untuk 'membebaskan' santri dari belenggu 'formalitas pendidikan'.

Penulis : A. Khoirul Anam

STAINU Malang Berharap Santri Bisa Kuliah
Malang, NU Online
Menyertakan Nahdlatul Ulama (NU) sebagai bagian dari nama perguruan tinggi mungkin dianggap

dapat membatasi ruang karena hanya spesifik bagi kalangan NU dan pondok pesantren. Namun

bagi Rais Syuriyah Pengurus Cabang NU Kabupaten Malang, KH Muh. Mansjur, pemberian nama NU

didasari cita-cita ingin membantu para santri atau alumni pondok pesantren yang ingin

menempuh jalur pendidikan tinggi. Maka sekolah tinggi yang didirikannya di daerah

Karangploso, Malang, dinamai Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Malang.

“Hampir semua sekolah NU baik di tingkat dasar, menengah maupun tinggi tidak mau memakai

nama NU. Mungkin ini karena persaingan. Pemberian nama NU seakan-sekan-akan sekolah itu

hanya spesifik untuk kalangan NU saja. Namun kata Kiai kita tetap pakai nama NU,” kata

Pujiono Pembantu Ketua  III, kepada NU Online di kampus STAINU, Malang, Ahad (5/2).

STAINU Malang baru berdiri pada 2010 lalu dengan membuka dua jurusan, yakni Ekonomi Islam

dan Manajemen Pendidikan Islam, dua jurusan yang saat in diminati dan diharapkan dapat

meningkatkan peran para alumni pesantren. Namun sebenarnya proses perkuliahan sudah dimulai

pada 2003, bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Tarbiyah (STIT) Raden Rahmat, Kepanjen, Malang.

Dari 160 mahasiswa yang terdaftar di dua angkatan ini banyak juga mahasiswa yang berasal

dari kalangan luar NU atau pesantren, bahkan ada yang lulusan dari sekolah Muhammdiyah. Jadi

anggapan bahwa STAINU hanya diminati kalangan NU ternyata tidak sepenuhnya benar, dan STAINU

akan terus berbenah dalam rangka meningkatkan kualitas di ri di tengah persaingan.

Di luar urusan persaingan, pemberian nama juga ada untungnya. Dengan memakai nama NU, STAINU

Malang lebih bisa bekerjasama dengan pondok-pondok pesantren di Malang dan sekitarnya.

“Kami sering bersilaturahmi dan bersosialisasi ke pondok-pondok pesantren di Malang dan kami

disambut baik karena mungkin sangat jelas identitas ke-NU-annya. Banyak pengasuh pesantren

dan orang tua  santri yang khawatir jika ke-NU-an anaknya hilang ketika masuk perguruan

tinggi lain,” kata Pujiono.

Selain materi-materi perkuliahan pada umumnya, di STAINU ini ada materi khusus mengenai

Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) atau ke-NU-an yang rencananya akan diajarkan sampai sampai

tiga kali, yakni Aswaja 1, 2 dan 3 pada semester II, IV dan VI.

Saat ini STAINU Malang juga berkerjasama dengan Pondok Pesantren Al-Yasini Pasuruan.

Pesantren ini mengirimkan 48 mahasiswanya karena izin pendirian perguaruan tinggi yang

diajukan hingga saat ini belum keluar, sementara perkuliahan sudah berlangsung dua tahun

ini.

STAINU Malang berdekatan dengan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang, Universitas

Muhammadiyah Malang (UMM) dan salah satu universitas NU yang sudah lebih dulu berdiri yakni

Universitas Islam Malang (Unisma). Namun secara geografis STAINU terletak di posisi yang

cukup strategi di jalan utama dari arah Surabaya atau Malang Kota ke Batu dan Kediri. STAINU

berharap diminati oleh para calon mahasiswa dari Kota Batu.

“Di Batu jarang ada madrasah Aliyah (MA), namun program Paket C digalakkan di sana. Namun

yang lebih penting kami ingin memfasilitasi para alumni pesantren di eilayah Batu dan

sekitarnya. Banyak alumni pesantren yang tersandung persoalan formalitas ,” kata Pujiono.

Menurut Puji, salah satu keinginan STAINU adalah memfasilitasi alumni pesantren yang hanya

punya ijazah paket C. Dari seluruh mahasiswa yang terdaftar, sekitar 10 persennya berijazah

Paket C. “Intinya kami ingin santri kuliah,” kata Puji.

Para alumni pesantren atau para siswa yang menempuh PC umumnya tidak terlalu akrab dengan

materi-materi umum, namun para lulusan pesantren mempunyai kemampuan pemahaman ilmu-ilmu

keislaman dengan sangat baik, terutama yang berasal dari literatur Arab. Singkatnya, dengan

STAINU ini dimaksudkan untuk “membebaskan” santri dari belenggu “formalitas”.

Penulis : A. Khoirul Anam