Warta

Tradisi Likuran di Masjid Keramat Empang Bogor

Ahad, 7 Oktober 2007 | 00:03 WIB

Bogor, NU Online
Tradiri Likuran, yakni berdoa bersama pada malam ganjil di bulan Ramadhan, di Masjid An-Nur, Jalan Lolongok, Kelurahan Empang, Kota Bogor, Jabar, yang sudah berlangsung sejak puluhan  tahun lalu, memiliki daya tarik tersendiri.

Setiap kali diselenggarakan acara Likuran, masjid yang dikenal dengan nama Masjid Keramat Empang ini selalu dipadati puluhan ribu jemaahnya, baik dari Bogor, mapun dari Jakarta, Tangerang, Depok, dan Bekasi. Bahkan, ada juga jemaah yang datang dari kota-kota yang jauh dan luar negeri.

Masj<>id yang yang dirikan Habib Abdullah bin Muchsin Al Atas pada tahun 1900-an ini, setiap malam ke-21 Ramadhan, menyelenggarakan acara likuran, guna mengharapkan ridho dan hidayah dari Allah SWT.

Karena pada malam ganjil, yakni malam ke-21 hingga ke-29 Ramadhan, merupakan malam lailatul qadar, sehingga banyak warga masyarakat yang sengaja datang ke masjid ini untuk mengikuti doa bersama, mengharapkan ampunan, ridho, dan keberkahan dari Allah SWT.

"Kalau kita berdoa bersama, tidak seluruhnya berharap bisa bertemu lailathul qadar. Mungkin hanya orang-orang sufi yang sangat bersih yang bisa bertemu," kata pengurus Masjid An-Nur, Syarif.

Tapi dengan berdoa bersama, kata dia, paling tidak bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT sekaligus memotivasi diri untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, serta berharap mendapatkan ampunan dan pahala.

"Kalau bertemu lailatul qadar itu adalah pengalaman spiritual yang sangat pribadi, tidak bisa diceritakan secara lisan," katanya.

Banyaknya jemaahnya yang mengikuti tradisi Likuran di Masjid An-Nur, membuat jalan raya di sekikar masjid, terutama di perempatan Empang, menjadi macet, karena sebagian besar jemaah datang menggunakan kendaraan mobil maupun sepeda motor. Mereka memarkir kendaraannya dua baris di sepanjang tepi jalan Pahlawan, yang arus lalulintasnya memang ramai. 

Parkir kendaraan para jemaah memenuhi bunderan di sekitar alun-alun Empang. Belum lagi kendaraan sepeda motor yang diparkir di tepi jalan, di halaman pertokoan, maupun di halaman rumah penduduk di sekitar masjid.

Para jemaah itu ada yang hadir sebelum berbuka puasa dan ada yang hadir setelah berbuka puasa. Jemaah yang berasal dari luar kota, umumnya sudah hadir pada  sejak sore hari sebelum berbuka puasa.

Menurut Syarif, rangkaian tradisi Likuran di Masjid An-Nur Empang, dimulai dari buka puasa bersama dan sholat maghrib berjamaah. Kemudian, dilanjutkan dengan sholat Isya bersama, sholat tarawih dan witir.

Yang khas dari acara berbuka puasa bersama di masjid ini adalah menu buka puasanya adalah nasi kebuli dan gulai kambing. Maklum, masjid ini dibanguan dan dikelola oleh Habin asal Yaman, Timur Tengah dan keturunannya, sehingga menu makanannya juga khas Arab.

Makanan ini tidak disajikan menggunakan piring, tapi menggunakan tampah seperti nasi tumpeng. Setiap tampah dimakan bersama sebanyak lima hingga enam orang yang membentuk lingkaran.

Meskipun sebagian besar jemaah hanya mendapatkan tempat duduk di jalan raya, namun tidak mengurangi semangatnya untuk menyantap hidangan nasi kebuli dan gulai kambing. Menu lainnya, adalah kopi jahe dan asinan Bogor.

Usai menyantap makanan berbuka buasa, ada petugas yang membersihkan bekas hidangan makanan, karena tempatnya akan digunakan untuk sholat maghrib bersama.     Usai sholat maghrib, sambil menunggu waktu Isya dilakukan ratiban dan bero’a yang dipimpin oleh Habib Abdullah bin Zein bin Abdullah Al Atas, pemimpin Masjid An-Nur saat ini.

Meskipun hujan mengguyur Kota Bogor, termasuk mengguyur sekitar Masjid An-Nur, tapi tak menyurutkan niat para jemaah untuk mengikuti tradisi Likuran di masjid ini. Mereka berteduh di tenda-tenda yang disediakan panitia, sambil menunggu hujan berhenti.

Menurut Syarif, yang agak berbeda dari Masjid An-Nur dibandingkan masjid lainnya, sholat Isya dilaksanakan pukul 20.30 dan dilanjutkan sholat tawarih dan witir sebanyak 23 rakaat dan doa. Seluruh rangkaian acara akan berakhir pada pukul 22.30 WIB.

Menurut Syarif, setiap penyelenggaraan acara Likuran, selalu dihadiri tokoh-tokoh politik dari kota Bogor maupun tingkat nasional dari Jakarta. Menurut dia, salah satu daya tarik Masjid An-Nur adalah makam  Habib Abdullah bin Muchsin Al Atas di dalam bangunan berkubah di belakang masjid.

"Banyak jemaah yang datang ke masjid ini juga sekaligus berziarah ke makam keramat Habib Abdullah," katanya.

Seorang jemaah masjid An-Nur, Nur Aisyah, warga Desa Ciherang Pondok, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor mengatakan, ia sudah sejak lima tahun lalu menjadi jemaah masjid ini.

Ia selalu mengikuti pengajian rutin yang diselenggarakan setiap malam Jumat. ia juga selalu hadir pada acara-acara masjid ini, terutama acara Likuran dan Maulid Nabi Muhammad SAW. "Banyak bekerkahan yang saya peroleh setelah menjadi jemaah di masjid ini, misalnya hidup menjadi lebih tenang," katanya. (ant/mad)